REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengimbau Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia dan segenap pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyelenggaran sensor film di Indonesia dapat mewujudkan film tidak hanya sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai sarana menyampaikan pesan pendidikan. “Atas nama pemerintah saya sampaikan ucapan selamat dan terima kasih kepada para pemangku kepentingan penyelenggara sensor film Indonesia yang telah memberikan andil dalam perkembangan film Indonesia. Mari kita wujudkan film sebagai sarana menyampaikan pesan pendidikan,” ujar Muhadjir pada malam puncak acara 100 tahun sensor film Indonesia, yang diselenggarakan di Gedung Film, Jakarta, Jumat (18/11).
Puncak peringatan tahun ini mengangkat tema “Sensor Mandiri Wujud Kepribadian Bangsa”. Dengan tema tersebut, kata Muhadjir, sangat relevan dengan nuansa pemberdayaan semua pemangku kepentingan perfilman.
Muhadjir mengatakan, film berkaitan erat dengan imajinasi, dan ini harus dapat di ekspresikan dalam media yang dapat ditampilkan secara apik. “Melalui imajinasi ini perlu ditekankan nilai-nilai luhur. Dengan nilai ini imajinasi dapat lebih terarah,” jelas Muhadjir.
Pada perkembangannya banyak tokoh-tokoh bangsa yang pernah menjadi anggota Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia. Lembaga yang pada 1946 disebut dengan Komisi Pemeriksa Film ini pernah dijalankan oleh tokoh-tokoh di antaranya Ali Sastroamidjojo, Ki Hadjar Dewantara, Mr Soebagio, RM Soetarto, Anjar Asamara, Djajeng Asmara, dan Rooseno. “Sekarang LSF berada di sini meneruskan dan mengisi apa yang telah diperjuangkan para tokoh-tokoh-tokoh bangsa itu,” imbuhnya.
Muhadjir menambahkan, tugas LSF tidak hanya sekadar mengisi kemerdekaan, menjalankan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi lebih dari pada itu yakni mengikuti perkembangan teknologi, pengaruh globalisasi dan liberalisasi. “LSF diharapkan dapat bekerja lebih profesional, transparan, akuntabel, memiliki integritas, dan tidak diskriminatif. Dengan itu, saya yakin LSF dapat benar-benar independen,” harapnya.
Dalam perjalanan 100 tahun Sensor Film di Indonesia menyiratkan nilai-nilai strategis film dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai karya seni budaya, dia mengatakan film memiliki peran penting dalam meningkatkan ketahanan budaya bangsa, dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu film juga sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa, pengembangan potensi diri, pembinaan akhlak mulia, serta wahana promosi Indonesia di dunia Internasional.
Dengan berjalannya waktu, ia berharap LSF dapat melibatkan peran masyarakat untuk dapat terlibat dalam proses sensor film. Dengan begitu dapat mewujudkan masyarakat yang sehat, dan mengajak masyarakat dalam memajukan film Indonesia.
Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia Ahmad Yani Basuki mengatakan, keberadaan LSF adalah sebagai pengemban peraturan perundang-undangan. Sekaligus juga sebagai wujud komitmen kehadiran negara dalam melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film. Selain itu juga, menjalankan tugas sensor film dan menetapkan klasifikasi batas umur bagi penonton film.
Ahmad menjelaskan, tugas LSF yang sedang dijalankan saat ini adalah mengintensifkan kegiatan sosial dan memberdayakan sensor mandiri. Juga mengintensifkan dialog dengan para produser, penulis skenario dan masyarakat perfilman dalam rangka meningkatkan produktivitas film yang berbasis budaya bangsa dengan mengangkat tema bernuansa Indonesia.
Selanjutnya LSF juga membangun perwakilan di daerah untuk mempercepat proses sensor. Tujuannya memastikan film-film yang berbasis budaya daerah dan bermuatan kearifan lokal dapat disensor oleh LSF daerah, sehingga akan benar-benar terjaga nilai budaya dan kearifan lokal. “Pada kesempatan ini kami mengajak semua pihak untuk bisa berperan serta dalam program sosialisasi budaya sensor mandiri,” tutup Ahmad.