REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Budi Waseso mengatakan, pihaknya akan menelusuri dugaan tindak pidana pencucian uang dari hasil penjualan narkotika dan obat-obatan terlarang yang makin marak. "Kita akan telusuri jaringan dan transaksinya," kata Budi Waseso yang akrab dipanggil Buwas dalam jumpa pers penggagalan peredaran narkoba di Jakarta, Jumat (18/11).
Buwas mengatakan, untuk menelusuri pencucian uang tersebut, pihaknya akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang berpengalaman dalam mengusut aliran dana yang mencurigakan. "Dalam penelusuran jaringan transaksi keuangan dan penanganan tindak pidana pencucian uang, kami akan berkoordinasi dengan PPATK," ungkapnya.
Ia menjelaskan, selama ini ada dua modus yang digunakan sindikat internasional dalam mencuci uang hasil penjualan narkoba. Yaitu memanfaatkan tempat pertukaran mata uang asing (money changer) dan menggunakan cara impor barang fiktif.
"Yang pasti uang hasil narkoba dicuci melalui money changer atau upaya pemalsuan impor, yaitu seolah-olah ada pengiriman barang dari luar negeri dan nanti uangnya kemudian dikirim," kata Buwas.
Menurut dia, saat ini di Indonesia terdapat kurang lebih 72 jaringan peredaran gelap narkotika. Apabila masing-masing menghasilkan keuntungan sebesar Rp 1 triliun, maka terdapat total Rp 72 triliun yang dihasilkan dari penjualan barang haram tersebut.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menambahkan, selain penggagalan peredaran narkotika, kerja sama dengan BNN juga dilakukan terhadap aliran dana pencucian uang hasil penjualan barang terlarang itu. "Kita sudah melakukan koordinasi dengan semua pihak. Kalau tim ini kita dengan BNN, kemudian dengan TNI, Polri. Kita tindak lanjutnya dengan Polri. Nanti kita akan lakukan investigasi lanjutan terutama faktor aliran dananya," katanya.
Heru memastikan koordinasi dengan PPATK akan dilakukan. Karena PPATK memiliki kemampuan untuk mendeteksi aliran dana mencurigakan dengan jumlah besar di berbagai rekening perbankan.
Sebelumnya, koordinasi antara BNN bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menggagalkan peredaran 100,6 kilogram sabu-sabu dan 300.250 butir Happy Five (H5) asal Taiwan pada Selasa (15/11). Penggerebekan tersebut dilakukan di Kompleks Pergudangan Sentral Kosambi, Dadap, Tangerang, setelah diketahui adanya impor narkotika yang disamarkan dalam furniture (sofa) asal Taiwan ke Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Tim gabungan kemudian berhasil mengamankan tiga tersangka, yaitu dua orang WNA Taiwan berinisial YJCH dan HCHL serta seorang WNI berinisial ZA, yang kemudian diketahui merupakan seorang oknum prajurit TNI. Dua di antara tiga tersangka tersebut, yaitu HCHL dan ZA, terpaksa dilumpuhkan oleh petugas hingga tewas karena melakukan perlawanan dan berusaha melarikan diri ketika akan diamankan oleh tim gabungan.