REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemprov Jabar meminta pihak SMA/SMK tidak mengalokasikan honor 'siluman' untuk staf non guru selama proses alih kelola dari kabupaten/kota ke provinsi berjalan. Pemprov Jabar pun sudah mengirimkan surat pada Kementerian Pendidikan dan Kementerian Keuangan untuk dijadikan dasar terkait dana alokasi umum yang akan dialokasikan untuk guru SMA/SMK di Jabar.
“Alhamdulilah sudah ada keputusan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk seluruh gaji ASN sudah terakomodir dalam DAU APBN 2017,” ujar Sekda Jabar Iwa Karniwa.
Khusus untuk Jabar, Kementerian Keuangan sudah mengalokasikan DAU 2017 sebesar Rp 1,6 triliun. Di dalamnya, bukan hanya gaji namun ada sisa DAU yang ditahan Pusat ke Jabar 2016 ini. “Ini sedang dihitung, paling tidak untuk gaji aman,” katanya.
Saat ini, Pemprov Jabar tengah membahas intensif terkait pengalokasian honor yang berjalan di SMA/SMK. Pusat sendiri, tidak mengalokasikan anggaran untuk membayar honor tersebut.
Karena itu, kata dia, dalam dua bulan terakhir ini sekolah diminta tidak melakukan penambahan honorarium dengan modus administrasi untuk non guru. Karena, Pemprov Jabar pasti akan diketahui. “Jangan ada penambahan honorarium baik untuk staf TU maupun kepala sekolah, karena waktu sudah berjalan,” katanya.
Iwa pun ikut memikirkan nasib ASN SMA/SMK yang non guru. Pemprov Jabar, akan memproses sesuai ketentuan yang berlaku. Pihaknya, akan mempertimbangkan para staf yang sudah memiliki waktu pengabdian yang panjang untuk diperhatikan. “Kalau ada yang membuat honorarium tambahan, pengajuannya tidak akan kita akui,” katanya.
Rencananya, kata dia, Pemprov akan membuka balai untuk mengakomodasi eselon III dan IV dalam SOTK 2017 mendatang. Balai ini akan berisi kepala balai, kasubag hingga pengawas. Untuk bahan pengaturan, sesuai UU 23/2014 akan ada penambahan formasi untuk eselon III dan IV.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Asep Hilman mengatakan, proses ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dari PP No 18 Tahun 2016. Memang, seluruh Indonesia tetap akan berlaku 2017. "Terkait hasil gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) soal aturan tersebut, itu cerita lain. Karena ini sudah perintah pusat sesuai PP 18 tahun 2016," katanya.