Senin 14 Nov 2016 10:46 WIB

DPR: Bom di Samarinda Bertentangan dengan Pancasila dan Agama

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Damanhuri Zuhri
Tim Gegana Brimob Polda Kaltim mengamankan benda diduga sisa bom di lokasi ledakan di depan Gereja Oikumene Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11).
Foto: Antara/Amirulloh
Tim Gegana Brimob Polda Kaltim mengamankan benda diduga sisa bom di lokasi ledakan di depan Gereja Oikumene Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR, Khatibul Umam Wiranu menilai, untuk kesekian kali bangsa Indonesia menghadapi ujian berat aksi terorisme dalam bentuk pengeboman Gereja Oikumene Samarinda. Menurutnya, tragedi itu sangat memilukan, menyedihkan, dan menyayat hati semua bangsa Indonesia.

Apalagi, pengeboman ini yang mengakibatkan satu korban balita meninggal Intan Marbun (3 tahun) dan korban anak-anak lainnya menderita luka bakar. Karena itu, Umam Mengecam dan mengutuk keras aksi pengeboman Gereja Oikumere Samarinda, yang dilakukan oleh orang-orang atau kelompok yang tidak berperi kemanusiaan, tidak beradab, dan tidak beragama.

''Tindakan mereka (pengeboman gereja) bertentangan dengan Pancasila, agama, konstitusi negara serta undang-undang,'' ungkap Khatibul Umam Wiranu, dalam keterangan persnya, Senin (14/11).

Ketua Departemen Agama DPP Partai Demokrat itu juga meminta pihak kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya untuk secepatnya memproses hukum bagi para pelaku pengeboman. Selain itu, juga mengusut pembuat skenario pengeboman, dan menghukum mereka seberat-beratnya sesuai undang-undang Anti Terorisme serta undang-undang lain yang berlaku.

Umam menyatakan, pelaku dan perencana tindakan pengeboman ini jelas punya motif adu domba antar pemeluk agama yang berbeda, membuat situasi sosial masyarakat saling curiga, dan bisa menciptakan konflik sosial yang lebih luas. ''Sehingga aparat penegak hukum harus menemukan jejaring, mata rantai kelompok ini secara tuntas, agar tidak terjadi aksi pengeboman di tempat-tempat lain,'' ujar dia.

Menurutnya, aksi teror yang kembali mengemuka ini menjadi pekerjaan pemerintah yang harus segera dituntaskan. Tindakan kekerasan dan aksi terorisme yang bersumber dari pemahaman keagamaan yang ekstrem harus dapat diantisipasi oleh pemerintah, dicarikan jalan keluarnya (oleh Kementrian Agama RI khususnya), dan pendekatan persuasif, serta pendidikan keagamaan yang benar menjadi pilihan yang harus diutamakan oleh pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement