Ahad 13 Nov 2016 17:30 WIB

Serikat Pekerja BUMN Minta Revisi PP No 52 Dipertimbangkan

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Presiden Joko Widodo (kiri) berdialog dengan Menkominfo Rudiantara dalam acara finance closing Proyek Palapa Ring yang dikerjakan PT Palapa Timur Telematika di Istana Negara, Jakarta.
Foto: Antara/ Yudhi Mahatma
Presiden Joko Widodo (kiri) berdialog dengan Menkominfo Rudiantara dalam acara finance closing Proyek Palapa Ring yang dikerjakan PT Palapa Timur Telematika di Istana Negara, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis, meminta Presiden Jokowi berhati-hati terkait Rencana Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekwensi Radio dan Orbit Satelit.

Menurut Ketua Umum FSP BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan Presiden Jokowi sebelum menandatangani rancangan revisi kedua PP tersebut. Karena keduanya, dari sisi hukum diduga melanggar ketentuan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Terutama pasal 2 yaitu telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil, dan merata. “Kami meminta Presiden Jokowi menunda pengesahan rancangan kedua PP tersebut, " ujar Wisnu kepada wartawan, akhir pekan.

Wisnu menduga, PP tersebut pun melanggar ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terutama Pasal 96 mengenai partisipasi masyarakat. Akibatnya, revisi kedua PP ini berisiko cacat prosedur, cacat substansi, dan tidak didukung dasar perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana ditekankan dalam Siaran Pers Ombudsman Republik Indonesia tanggal 20 Oktober 2016.

Wisnu mengatakan, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) tanggal 24 Agustus 2016 di Komisi I DPR dengan Menteri Kominfo Rudiantara ada empat kesimpulan. Salah satunya, terkait rencana revisi PP 52 dan PP 53, Komisi I DPR RI akan mengadakan rapat dengan Menkominfo dan Kementerian terkait lainnya perihal perkembangan Revisi PP Nomor 52 dan 53 Tahun 2000 tersebut.

“Apakah Komisi I DPR RI sudah mengadakan rapat dimaksud? Menurut pemantauan kami, rapat tersebut belum dilaksanakan," katanya.

Seharusnya, proses revisi kedua PP tersebut berjalan sesuai kesepakatan RDP tanggal 24 Agustus 2016 yang lalu. "Jadi, jangan ada kesan DPR dilecehkan Pemerintah” kata Wisnu.

Wisnu menyarankan, pemerintah fokus terlebih dulu pada penyelesaian pembuatan UU Telekomunikasi yang baru agar dapat diselesaikan tahun 2017. Baru setelah itu, fokus ke revisi PP 52 dan 53 dengan dasar Undang Undang Telekomunikasi yang baru.

Pemerintah juga, seharusnya lebih fokus melakukan percepatan penyelesaian proyek jaringan telekomunikasi skala besar (palapa ring) yang sedang dijalankan yang diyakini oleh Kementerian Kominfo akan menjadi solusi permasalahan network sharing. Karena, ditinjau dari kesesuaian program kerja pemerintah, pemerintah sedang membuat draft Rancangan UU Telekomunikasi yang baru untuk menggantikan UU Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999 yang nantinya akan diacu saat pembuatan PP dan peraturan di bawahnya.

Dikatakan Wisnu, pemerintah seharusnya fokus pada upaya membangun jaringan telekomunikasi skala besar di wilayah barat dan timur dengan proyek Palapa Ring. Proyek ini ditargetkan selesai pada 2018.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement