REPUBLIKA.CO.ID, MAKASAR -- Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, kasus hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dilaporkan telah menistakan Alquran Surah Al Maidah ayat 51, harus bebas dari intervensi. Sebab, intervensi bisa membuyarkan objektivitas penanganannya.
"Presiden sudah berjanji tidak akan ada intervensi. Jadi jangan ada intervensi terhadap polisi dari pihak manapun juga. Kita apresiasi komitmen Presiden itu," katanya saat ceramah di Masjid Baiturrahman, Panakukkang, Makassar, Jumat (11/11).
Kasus dugaan penodaan agama oleh Ahok sudah mendunia. Karena itu, kasus tersebut harus benar-benar ditangani secara jujur, adil, dan obyektif serta sesuai kaidah hukum yang berlaku. Yusril yakin Polri dibawah kepemimpinan Jenderal Tito Karnavian mampu melaksanakan tugas itu dengan baik. "Tapi kalau ada intervensi, maka objektivitas akan buyar," kata Yusril.
Tentang pelaksanaan gelar perkara secara terbuka, Yusril mengatakan memang tidak lazim dalam penyelidikan kasus dugaan penodaan agama dan tidak diatur dalam KUHAP. Namun, karena kasus ini telah menarik perhatian baik nasional maupun internasional, hal itu dapat dianggap sebagai kekhususan.
Dengar gelar perkara terbuka, akan ketahuan, apakah ahli yang dihadirkan berimbang atau tidak. Semua ini, tambah Yusril, menjadi pertaruhan kredibilitas kepolisian dalam menangani perkara yang sensitif dan kental sekali nuansa politiknya. "Dengan gelar perkara terbuka itu, publik dapat menilai apakah penyelidikan ini dilakukan secara benar, adil dan obyektif atau tidak," kata Yusril.