REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana, Teuku Nasrullah mengingatkan penegakkan hukum untuk kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok ini tidak terkait, dan tidak boleh dikaitkan dengan penafsiran terhadap Al Maidah ayat 51 baik dalam penyelidikan dan gelar perkara.
"Karena kalau nanti dikaitkan dengan penafsiran Al Maidah 51, maka akan ada yang menafsirkan A dan ada yang menafsirkan B, sehingga tidak fokus pada masalah ada tidaknya penistaan agama," ujarnya dalam acara Diskusi Publik 'Kasus Ahok Nista Islam, dalam Perspektif Hukum Pidana' di kawasan Gondangdia, Jakarta Kamis (10/11).
Ia menegaskan, kasus Penistaan Agama ini bukan terkait dengan penafsiran Al Maidah 51. Pasal penegakkan hukum ini harus merujuk pada apakah, ada gangguan ketertiban umum. Apakah terpenuhi unsur-unsur pasal 156a dalam KUHP tersebut.
"Jangan pernah terjebak pada penafsiran Al Maidah ayat 51. Nanti yang ada adalah diundang Ulama A, akan bilang Al Maidah 51 tafsirnya Z. Kemudian diundang Ulama B, akan bilang Al Maidah 51 tafsirnya X, dan diundang ulama C, akan bilang Al Maidah 51 tafsirnya Y," jelasnya.
Maka, ia mengatakan hal itu tidak menutup kemungkinan akan terjadi. Sehingga tidak ada unsur yang dilihat dari pasalnya, dan yang muncul adalah belum ada kesepahaman dan ada perdebatan tafsir soal Almaidah 51.
"Jadi akhirnya tidak fokus pada masalah intinya penghinaan agama," kata dia. Karena itu, ia meminta berharap kepada semua pihak, pertanyaannya seharusnya apakah ada penistaan terhadap agama merujuk pada pendapat yang berwenang yang selama ini digunakan dalam proses penegakkan hukum.
Baca juga, Buni Yani: Saya Bukan Orang Politik.