REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Angka kematian ibu hamil di Surabaya menurun. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Surabaya, kematian ibu hamil tercatat sebanyak 38 kasus sepanjang 2015. Tahun ini, hingga awal November, kematian ibu hamil tercatat sebanyak 28 kasus.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya Febria Rachmanita mengatakan, kematian ibu mayoritas disebabkan pendarahan saat proses persalinan. "Untuk mengantisipasi hal tersebut, Pemkot Surabaya menggandeng sejumlah rumah sakit menjalin komitmen bersama layanan darah bagi ibu hamil," ujarnya di sela-sela acara Launching Program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) di balai RW II Kelurahan Sidosermo, Rabu (9/11).
Beberapa instansi yang menandatangani nota komitmen bersama ini antara lain Dinkes Surabaya, UTD PMI Kota Surabaya, RSUD dr Soetomo, RSU Haji, RS Unair, RSUD Bhakti Dharma Husda, RSUD dr Soewandhie, RSU Adi Husada Undaan Wetan, RS Husada Utama, RS Premier, RSI Jemursari, RSK Vinsentius A Paulo (RKZ), RS Mitra Keluarga, RS Siloam dan National Hospital. Melalui komitmen bersama ini, instansi-instansi tersebut sepakat memprioritaskan kebutuhan darah bagi ibu hamil.
Menurutnya, layanan darah bagi ibu hamil ini merupakan bagian dari program 1.000 HPK. Secara teknis, seorang ibu hamil wajib didampingi empat pendonor dengan golongan darah yang sama. Kualitas darah pendonor telah melalui pemeriksaan sehingga aman bagi ibu hamil. Para pendonor yang berminat membantu ibu hamil dapat mendaftarkan diri di 63 puskesmas di Surabaya. "Jadi saat proses persalinan, saat sang ibu membutuhkan darah sudah tidak perlu repot mencari sumbangan darah," imbuhnya.
Febria menjelaskan, program utama 1.000 HPK ini memiliki sasaran utama calon pengantin usia produktif. Pemkot mendapatkan data calon pengantin dari Kementerian Agama. Selanjutnya, para calon pengantin tersebut difasilitasi pendampingan. Jangka waktu pendampingan mulai dari sebelum pernikahan hingga memiliki anak usia 2 tahun. Meski demikian, pendampingan ini bukan paksaan, melainkan kesepakatan dua belah pihak.
Selama pendampingan, mereka akan mendapat materi pengetahuan kesehatan reproduksi, serta pembekalan persiapan fisik dan psikis untuk menghadapi perkawinan. Saat hamil, sang calon ibu akan diikutkan kelas khusus bagi ibu hamil. Dalam kelas ini akan diajarkan cara merawat kehamilan dan cara mengasuh anak. "Sebelum hamil dan saat hamil, sang ibu akan terus dipantau kondisi kesehatannya. Salah satu caranya dengan serangkaian pemeriksaan kesehatan mulai tes HIV-AIDS, hepatitis, tokso dan sebagainya," jelas pejabat yang merangkap sebagai Plt Direktur RSUD dr Soewandhie ini.
Ia menambahkan, setelah melahirkan, sang ibu akan dilatih inisiasi menyusui dini (IMD). Pemberian ASI eksklusif sampai bayi usia 6 bulan dan dilanjutkan hingga usia 2 tahun. "Dengan konsep seperti ini, program 1.000 HPK kelak akan menghasilkan generasi yang lebih berkualitas," harapnya.
Febria menyatakan, program pendampingan calon pengantin sudah mulai berjalan sejak awal Oktober 2016. Saat ini, sudah ada 315 pasangan yang mengikuti program pendampingan secara intensif. Untuk menyukseskan program 1.000 HPK, Dinkes berkoordinasi dengan seluruh puskesmas yang kemudian melatih para kader. Kader-kader inilah yang membantu pemkot memberikan pendampingan bagi para calon pengantin.
Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekkota Surabaya, Eko Haryanto, menambahkan, peran kader kesehatan sangat krusial dalam program 1.000 HPK. "Sukses tidaknya program ini bergantung pada para kader. Untuk itu, kami atas nama Pemerintah Kota Surabaya mengucapkan terima kasih atas semangat dan sumbangsih para kader kesehatan," kata mantan Kepala Dinas Sosial Surabaya tersebut.