Rabu 09 Nov 2016 15:13 WIB

Ini Regulasi yang Harus Diubah untuk Permudah Migrasi TKI

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Winda Destiana Putri
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid memberikan keterangan pers soal kecelakaan kapal yang mengangkut TKI ilegal di Jakarta, Rabu (9/11).
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid memberikan keterangan pers soal kecelakaan kapal yang mengangkut TKI ilegal di Jakarta, Rabu (9/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Nusron Wahid mengharapkan adanya reformasi besar-besaran regulasi yang mengatur soal migrasi Tenaga Kerja Indonesia. Perubahan regulasi tersebut tiada lain untuk mempermudah proses yang dilewati para TKI agar tidak memilih jalur ilegal.

Diantara regulasi yang harus diubah, salah satunya adalah UU nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI. Menurut Nusron, UU tersebut terlalu rigid dan terlalu teknikal, padahal harusnya suatu UU itu hanya membahas masalah norma saja. "Saya melihat UU 39 itu sudah membahas SOP dan teknikal proses. Padahal teknikal proses itu sifatnya dinamis. Jadi sesuatu yang sudah tidak relevan tidak bisa diubah dan untuk mengubahnya kita butuh amandemen," kata Nusron saat menggelar jumpa pers di Gedung BNP2TKI, Rabu (9/11).

Situasi tersebut diperparah dengan peraturan yang sifatnya restiktrif dalam bentuk Permen. Contohnya, dalam Permen nomor 22 tahun 2014, dimana di dalamnya memuat tentang izin kepala desa dan disnaker bagi mereka yang ingin menjadi TKI. "Jadi untuk menjadi TKI itu harus izin kepala desa, izin keluarga, terus izin lagi disnaker daerah, terus harus ada SIP dan SPR dan semua itu mewajibkan harus face to face," terang Nusron.

Kewajiban memgurus semua izin tersebut dengan cara bertemu secara langsung sangat memberatkan bagi mereka yang ingin menjadi TKI. Sebab, dengan pertemuan secara langsung itu pula, seseorang yang ingin menjadi TKI diharuskan membayar sejumlah uang untuk mengurusi izin tersebut. "Mana ada ada di Indonesia face to face ini gak pake duit. Dengan situasi pemerintahan yang masih korup seperti ini. Setiap ada pertemuan face to face duit semua dengan alasan ini-itu," ucap Nusron.

Nusron mengungkapkan, setidaknya ada 12 titik mengharuskan mereka yang ingin menjadi TKI membayar sejumlah uang demi mengurus izin. Setiap titiknya, mereka harus mengeluarkan uang sejumlah Rp 250 ribu hingga Rp 1 Juta. "Misal izin kepala desa, itu 250 ribu, belum kepala desanya sendiri, mungkin 50 ribu atau 100 ribu. Kemudian daftar disnaker juga sama. Online gak mau harus ketemu, apalagi kalau bukan duit ujung-ujungnya," kata Nusron.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement