Rabu 09 Nov 2016 12:13 WIB

Disabilitas Kota Bandung yang Terserap Perusahaan Masih Minim

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Winda Destiana Putri
Penyandang disabilitas mendapatkan bantuan kaki palsu di Jakarta, Jumat (16/8).
Foto: Wisnu Aji Prasetiyo/Republika
Penyandang disabilitas mendapatkan bantuan kaki palsu di Jakarta, Jumat (16/8).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penyandang disabilitas yang terserap bekerja di perusahaan, hingga saat ini masih belum mencapai angka yang ditentukan dalam aturan. Berdasarkan Undang-Undang No 8/2016, pemerintah mewajibkan perusahaan negara untuk mempekerjakan penyandang disabilitas sebesar 2 persen dari total tenaga kerja.

Sedangkan perusahaan milik swasta harus menyerap 1 persen penyandang disabilitas. "Saat ini, belum mencapai satu persen. Karena itu diperlukan kesiapannya secara menyeluruh, baik dari penyandang disabilitas maupun perusahaaanya," ujar Ketua Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Kota Bandung, Atalia Praratya, Selasa petang (8/11).

Atalia mengatakan, kesiapan disabilitas ini, perlu dimunculkan agar mereka dan keluarganya percaya diri menghadapi dunia kerja. Karena, hingga saat ini orang tua masih ada yang khawatir kalau anak penyandang disabilitas pergi keluar rumah. "Jadi, kami melakukan pendampingan agar mereka mandiri," kata Atalia.

Menurut Atalia, penyandang disabilitas di Kota Bandung saat ini mencapai 5.701 orang. Namun, jumlah tersebut data pada 2013. Oleh karena itu, pihaknya kini tengah melakukan pendataan dan beberapa langkah untuk membantu penyandang disabilitas.

Pada 2016 ini, kata dia, telah melakukan beberapa langkah, seperti kolaborasi dengan Posyandu. Sehingga, nanti tak hanya balita dan lansia, di Posyandu pun ada pemeriksaan untuk masyarakat inklusi. "Jadi, perkembangannya terpantau," katanya.

Selain terpantau kesehatan dan perkembangannya, kata Atalia, jumlah penyandang disabilitas pun bisa di data melalui Posyandu. Ia, akan menambah jejaring di masyarakat dalam waktu dekat ini akan mengukuhkan kader RBM tingkat kelurahan.

Pemerintah pun, kata dia, sedang memperjuangkan agar ada sekolah terbuka untuk masyarakat berkebutuhan khusus atau inkulis. Saat ini, di Dinas Pendidikan Kota Bandung pun sudah ada pokja tersendiri. "Masyarakat disabilitas ini dilindungi, tidak boleh ada perbedaan dan stigma," katanya.

Sementara menurut Pembantu Rektor III Sekolah Tinggi Pariwisata, Zulkifli, kampusnya ikut serta untuk memberdayakan penyandang disabilitasi di Kota Bandung. Yakni, dengan memberikan pelatihan pada mereka. Jumlahnya, sekitar 20 orang yang akan mengikuti pelatihan yang dilaksanakan 14 hingga 18 November ini. Pelatihan ini, merupakan pelatihan kelima yang dilakukan STP. "Nanti ada pemagangan. Kalau saat pemagangan dinilai bagus, tidak menutup kemungkinan dikontrak," kata Zulkifli.

Zulkifli mengatakan, saat ini belum semua sektor pariwisata mempekerjakan penyandang disabilitas. Namun, STP akan berupaya agar penyandang disabilitas memiliki kemampuan yang sama. Bahkan, tidak menutup kemungkinan kemampuan mereka melebihi orang dengan fisik normal. "Perlu komitmen pemerintah agar program ini terus berjalan dan penyerapannnya lebih banyak lagi," katanya.

Memang, kata dia, belum semua hotel dan pelaku bisinis lainnya menyerap tenaga kerja dari masyarakat berkebutuhan khusus. Jadi, dibutuhkan pengertian dan berusaha untuk meyakinkan mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement