REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konferensi Danau Dunia atau World Lake Conference ke-16 akan digelar di Bali, pada 8-10 November 2016. Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iskandar Zulkarnain mengatakan berbagai danau di dunia berada dalam kondisi kritis. Perubahan iklim dan aktivitas antropogenik menjadi ancaman yang mendegradasi kondisi air yang menyebabkan danau di berbagai belahan negara mengalami krisis.
Menurut dia, kondisi danau yang mengalami degradasi ini juga merupakan akibat perubahan iklim dan aktivitas antropogenik yang diyakini memiliki banyak dampak, baik jangka menengah dan panjang. Pengelolaan yang tidak tepat serta aktivitas manusia yang mengeksploitasi secara berlebihan telah merusak ekosistem danau.
"Tidak bisa dipungkiri pula bahwa populasi manusia, pertumbuhan ekonomi yang cepat, peningkatan pemanfaatan sumber daya air, telah mengakibatkan degradasi ekosistem danau," katanya, Senin (7/11).
Ia mengatakan indikasinya adalah menurunnya kualitas air, produktivitas, keanekaragaman hayati, dan terganggunya siklus hidrologi, sehingga memengaruhi kemampuan danau untuk mendukung kehidupan manusia dan fungsi lainnya. Iskandar mengatakan setiap danau memiliki karakteristik tersendiri, baik morfogenesis, morfologi, serta sosial-ekonomi. Oleh karena itu, masalah yang terjadi di masing-masing danau juga bervariasi, tergantung pada karakter masing-masing fisik, sosial dan ekonomi.
"Banyak negara berkomitmen untuk mengelola danau mereka dalam upaya mempertahankan fungsi ekosistem. Sehubungan dengan hal ini, World Lake Conference dapat dijadikan sebagai salah satu forum internasional untuk berbagi dan bertukar pengetahuan dan pengalaman yang berkontribusi terhadap pengelolaan danau secara berkelanjutan," ujar dia.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI Zainal Arifin mengatakan LIPI juga merupakan focal point untuk International Hydrological Programme (IHP) UNESCO. IHP nasional mendukung penelitian ilmiah, efek aktivitas manusia dan perubahan iklim pada lingkungan air, serta memperkuat dasar pengetahuan untuk mencegah terjadinya bencana, sambungnya. LIPI juga memiliki Asia Pacific Center for Ecohydrology (APCE), pusat kategori II di bawah UNESCO yang berfokus pada pendekatan ekologi dari pengelolaan sumber daya air untuk menyediakan air yang berkelanjutan bagi masyarakat dengan memanfaatkan iptek, pendidikan dan kebudayaan.
APCE, menurut dia, berkomitmen untuk berkontribusi dalam mengatasi isu-isu berdasarkan kepentingan nasional, regional dan global, seperti kemiskinan, adaptasi perubahan iklim, dan pengurangan risiko bencana. "Dengan posisi tersebut, LIPI menawarkan kerjasama dan pertukaran pengetahuan untuk mendukung pengelolaan berkelanjutan sumber daya danau secara global," ujar dia.
KOnferensi ini kerja sama antara LIPI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), serta International Lake Environment Committee Foundation (ILEC).