REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menuturkan persaingan di dalam Pilkada Serentak 2017, khususnya di Pilgub DKI Jakarta, tidak boleh sampai mengganggu kerukunan antarumat beragama dan antar etnis yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk.
"Saya senang ada pertemuan ini, bahkan kita ingin ada pertemuan lagi dengan ICMI, MUI. Kita senang juga Khonghucu itu cendekiawannya juga banyak," tutur dia saat menerima tamu delegasi dari Pengurus Pusat Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI), di Kantor DKPP, Jakarta, Senin (7/11).
Kendati demikian, diakui Jimly, ketegangan yang ditimbulkan persoalan SARA pada Pilkada 2017 bisa membesar tapi juga bisa mereda asal ada pembinaan yang matang dari masing-masing kelompok. "Tapi kan pilkada itu puncaknya pas Februari, saat penghitungan suara kemudian tegang lagi sampai penetapan hasil," kata dia.
Itu artinya, lanjut Jimly, dalam rentang waktu hingga Februari nanti, bisa diisi oleh riak-riak yang frekuensi terjadinya pun naik-turun. "Reda, panas lagi, itu ada kemungkinan. Maka, jangan sampai gara-gara pilkada kita jadi merusak kerukunan, apalagi pilkadanya DKI kok seluruh orang Indonesia ribut," tutur dia.
Jimly berharap, demonstrasi pada 4 November kemarin tidak terjadi kembali. Sebab, menurut dia, pesan dari demonstrasi tersebut tentu telah tersampaikan dengan baik. Apalagi ia mendengar akan terjadi demonstrasi susulan untuk memantau jalannya proses penegakan hukum. Menurut Jimly, masyarakat harus menyerahkan semua proses kepada penegak hukum. Ini sebagai wujud dari kedewasaan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.
"Ekspresi menyampaikan pendapat sudah tersampaikan, selebihnya kita tidak bisa menekan. Dalam proses hukum tidak boleh ada intervensi dari atas, tidak boleh ada juga ada tekanan publik dari bawah. Proses hukum itu punya aturan mainnya sendiri," ujar dia. (Umar mukhtar)