Sabtu 05 Nov 2016 14:21 WIB

Din: 'Presiden tidak Bijak'

Rep: marniati/ Red: Damanhuri Zuhri
Din Syamsuddin
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Din Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin mengaku tidak setuju dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut ada aktor politik di balik aksi damai 4 November yang berakhir ricuh.

Kericuhan ini patut diduga karena ada provokator dan bukan karena reaksi dari peserta demonstran terhadap keputusan yang dicapai. 

“Statement seperti ini (adanya aktor politik) normatif. Juga tidak menyelesaikan masalah bahkan menimbulkan masalah baru. Karena ada tuduhan kepada pihak tertentu yang tidak jelas,” ujar Din Syamsuddin saat dihubungi Republika, Sabtu (5/11).

Mantan ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini menjelaskan, jika Presiden mengetahui adanya aktor politik sebaiknya ditangkap dan bukan malah memberikan pernyataan yang seolah mencari kambing hitam. 

Menurut Din, pernyataan Presiden dinilai tidak bijak dalam memecahkan masalah. Akibat pernyataan tersebut, banyak pihak yang mengaitkan aksi demonstran dengan peristiwa politik sebelumnya.

''Pernyataan Presiden juga terkesan mengalihkan perhatian dari tuntutan demonstran itu sendiri yang meminta adanya penegakan hukum kepada Gubernur DKI, Basuki Tjahja Purnama,'' jelas Din.

Din mengaku kecewa dengan sikap Presiden yang sejak awal tidak berniat menemui perwakilan demonstran. Padahal tuntutan demonstran sangat substantif dan proporsional. “Beliau justru pergi dan mengeluarkan kesan mengabaikan demonstrasi. Itu menurut saya tidak bijak,” tambahnya.

Ia menambahkan, alasan bahwa Presiden tidak bisa kembali ke istana karena kondisi lalu lintas yang tidak memungkinkan juga tidak bisa dipercaya. Menurutnya, untuk seorang presiden kondisi lalu lintas bukan menjadi persoalan yang besar. Bahkan Presiden dapat menggunakan helikopter jika diperlukan.

''Seharusnya, jika presiden sudah mengetahui akan ada kemacetan akibat demonstrasi, seharusnya sejak awal tidak pergi meninggalkan istana,'' ungkap Din mengingatkan.

Dengan sikap Presiden yang seperti ini, jelas Din, blusukan yang dilakukan selama ini terkesan semu dan hanya pencitraan. ''Seharusnya presiden dapat memanfaatkan kesempatan aksi damai untuk dapat blusukan ke demonstran. Dan berdialog dengan perwakilan,'' jelas Din.

Sikap Presiden juga menimbulkan ketidakadilan bagi umat Islam.  Presiden bersedia menemui pelaku penyerangan Tolikara di Istana beberapa waktu lalu namun tidak menemui  para demonstran yang menyampaikan aspirasi dengan damai dan tenang. Dikhawatirkan sikap yang ditunjukan presiden ini menimbulkan kekecewaan bagi massa demonstran.

“Sebenarnya, jika beliau datang akan selesai dan bagus untuk masalah ini. Tapi kan ini sudah lewat dan jangan pula beralibi dengan argumen-argumen yang nggak bisa kita percayai,” kata Din menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement