REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fachry Ali, mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus menunjukkan komitmen pada janji proses hukum terhadap dugaan penistaan agama oleh Gubernur Non Aktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Janji proses hukum dalam waktu dua pekan harus diwujudkan pemerintah.
"Prosedur hukum harus berjalan. Sebab, Presiden juga sudah mengatakan bahwa dijanjikan selama dua pekan proses hukum itu. Kita akan lihat selanjutnya," ujar Fachry usai diskusi bertajuk 'Setelah Demo 411' di Jakarta Pusat, Sabtu (5/11).
Langkah hukum, lanjut dia, paling tepat ditegaskan oleh Presiden. Mengingat dia tidak dapat memilih sikap membela atau tidak membela. Selain itu, sebelum aksi demonstrasi damai pada 4 November pun, sejumlah saksi terkait dugaan penistaan agama telah diperiksa. "Jadi memang tepatnya proses hukum saja yang harus berlangsung," tambah dia.
Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Khamis, menegaskan tanggung jawab tuntutan proses hukum terhadap Ahok harus ditujukan kepada Presiden Jokowi. "Karena menurut amanat hukum, Presiden memiliki fungsi pertanggungjawaban hukum. Maka dia harus menegaskan proses hukum yang ada," tuturnya.
Ketegasan sikap pemerintah ini menurutnya penting mengingat ada poin yang harus diluruskan dalam konteks kasus dugaan penistaan agama. Poin penting itu menyangkut pernyataan Ahok yang diduga sebagai bentuk penistaan agama.
Pada saat mengucapkan pidato tersebut, Margarito mengatakan, Ahok belum ditetapkan sebagai calon gubernur DKI Jakarta. Hal inilah yang kemudian mengaburkan konteks penistaan agama ke arah politik dalam Pilkada DKI Jakarta.
"Anggapan soal potensi gugurnya Ahok akibat proses hukum itu keliru. Justru yang perlu ditekankan adalah proses hukum soal dugaan penistaan agama," ungkapnya.