REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kericuhan sempat mewarnai aksi unjuk rasa menuntut penuntasan kasus dugaan penistaan agama oleh pejawat Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Jumat (4/11) malam. Penyebabnya belum dapat dipastikan.
Sebelumnya dilaporkan bahwa kericuhan berawal dari aksi lempar botol yang dilakukan puluhan orang berlabel Himpunan Mahasiswa Islam. Namun Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Mulyadi Tamsir membantah hal tersebut. Menurutnya sumber kericuhan bukanlah dari arah kelompok massa HMI berada, yakni depan gedung Kementerian Koordinator Bidang PMK.
Dia menjelaskan, kelompok HMI sendiri sudah berencana membubarkan diri pada pukul 18.00 WIB. Mereka pun berposisi di dekat aparat kepolisian dan awak media yakni sekitar 50 meter. Sehingga, ketika kericuhan terjadi, sambung Mulyadi, demonstran asal HMI tidak terlibat.
“Posisi kami paling depan. Kami sampaikan ke teman-teman, kita diam di sini (depan Gedung Kemenko PMK), sampai massa aksi selesai,” ucap Mulyadi Tamsir saat dihubungi, Jumat (4/11) malam.
“Jam setengah 8 tadi, kita tidak tahu. Ternyata ada suara benturan-benturan. Teman-teman juga terkejut. (Arah suara sumber kericuhan) itu, saya tanya teman-teman, itu dari Aliansi Aksi Bersama Rakyat. Itu yang di depan posisinya. Sampai akhirnya menembakkan gas air mata,” lanjutnya.
Dia menduga, kericuhan itu merupakan imbas dari beberapa kalangan demonstran yang tidak puas karena tidak bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
“Yang kita dengar itu, massa tidak terima. Awalnya kan ada perwakilan yang bertemu sama JK. Kemudian disampaikan, bahwa Wapres meminta kita memberikan waktu kepada kepolisian selama dua minggu, untuk proses hukum Ahok. Nah, massa tidak terima. Sudah itu terjadi benturan-benturan,” kata dia.
HMI menurutnya tidak berencana untuk menginap di sekitar Monas. Situasi kini di lokasi bekas kericuhan mulai kondusif. “Sampai sekarang, tidak ada anak HMI yang diamankan,” tukasnya.