REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menilai tuntutan pendemo yang mendesak Presiden Joko Widodo untuk memenjarakan Gubernur DKI Jakarta, Basuki T. Purnama alias Ahok atas kasus yang menjerat mantan Bupati Belitung Timur itu, tidak tepat.
"Sebetulnya tuntutan agar Bapak Presiden menyampaikan pernyataan terbuka mendukung proses hukum (kasus Ahok) sudah disampaikan kemarin. Lalu demonstran juga mengajukan tuntutan kedua agar penjarakan Ahok. Kalau itu dilakukan, tidak mungkin," kata Kapolri, di sela-sela Apel Kesiapsiagaan Tahap Kampanye Dalam Rangka Pilkada Serentak 2017, di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Rabu (2/11).
Pasalnya, menurutnya, presiden adalah pimpinan lembaga eksekutif sedangkan penanganan kasus hukum Ahok merupakan kewenangan yudikatif. Jika presiden terlibat dalam penanganan kasus hukum maka hal tersebut merupakan bentuk intervensi yang tidak dibenarkan dalam Undang-undang.
"Pak Presiden adalah pimpinan eksekutif bukan yudikatif. Sementara (proses hukum kasus Ahok)?teknis hukum dan domain dari yudikatif. Jadi kalau ada yang menuntut presiden memenjarakan Ahok, itu membuat presiden salah dalam intervensi teknis hukum. Jadi sebetulnya tak perlu lagi demo ke Istana (Presiden)," tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga telah menyatakan mendukung penegakan hukum terhadap Ahok dan tidak akan melakukan intervensi terhadap kasus Ahok. Hal tersebut diungkapkan Presiden saat menerima kunjungan dari pengurus ormas dan lembaga Islam yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI), PP Muhammadiyah dan PB Nahdlatul Ulama di Istana Kepresidenan, pada Selasa (2/11).
Bareskrim hingga kini masih menyelidiki kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan calon Gubernur DKI Basuki T. Purnama. Setidaknya 15 orang saksi telah dimintai keterangan dalam kasus tersebut, termasuk beberapa orang saksi ahli.
Kadivhumas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan gelar perkara kasus ini akan dilakukan bila Bareskrim telah memeriksa 10 saksi ahli yang berasal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), ahli tafsir, ahli hukum pidana dan ahli bahasa.
Beberapa ormas Islam berencana mengerahkan massa dari berbagai daerah untuk mengadakan unjuk rasa menuntut adanya tindakan hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama yang juga merupakan kandidat calon gubernur DKI Jakarta dalam Pilkada Serentak 2017.
Unjuk rasa rencananya akan digelar di Jakarta Pusat di antaranya di Balai Kota, Istana Presiden, Monumen Nasional dan beberapa daerah lain di antaranya Jakarta Timur, Jakarta Utara, Bekasi dan Tangerang, pada 4 November 2016.