Rabu 02 Nov 2016 05:24 WIB

Pembangunan Rumah Ibadah Non-Muslim di Jakarta Lebih Banyak dari Masjid

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Nur Aini
Rumah ibadah (Ilustrasi)
Rumah ibadah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam hal kehidupan beragama, Jakarta memberi ruang yang luas bagi setiap warganya untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Di kota ini, masyarakat Muslim dan kelompok minoritas juga mendapatkan kesempatan yang sama dalam urusan pendirian rumah ibadah.

Menurut data yang diperoleh Republika.co.id, ada 16 izin prinsip pendirian rumah ibadah Kristen yang diterbitkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sepanjang periode 2013-2016. Tujuh di antaranya adalah izin untuk pembangunan gereja, sedangkan yang sembilan lagi berupa izin untuk merenovasi gereja yang sudah tua.

Selanjutnya, ada 15 izin prinsip untuk pembangunan masjid di Jakarta yang diterbitkan Pemprov DKI dalam kurun waktu yang sama. Mayoritas dari izin-izin tersebut untuk merenovasi bangunan masjid yang sudah lama. Selain itu, ada empat izin prinsip lagi yang diterbitkan Pemprov DKI untuk pembangunan rumah ibadah lainnya di Ibu Kota antara 2015-2016. Perinciannya, satu izin untuk pendirian vihara baru, dua izin untuk renovasi vihara lama, dan satu izin lagi untuk renovasi bangunan pura yang sudah tua.

Anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta, Ahmad Mustamar menuturkan, setiap pendirian rumah ibadah di wilayah Ibu Kota mesti mendapat rekomendasi dari lembaganya. Tanpa rekomendasi tersebut, izin prinsip bangunan ibadah tidak dapat diterbitkan oleh Pemprov DKI.

Dari 2007 sampai sekarang, rata-rata ada belasan rekomendasi pembangunan rumah ibadah yang dikeluarkan FKUB Provinsi DKI setiap tahunnya. “Jika dihitung selama sembilan tahun terakhir, rekomendasi untuk pembangunan rumah ibadah non-Muslim lebih banyak dibandingkan masjid,” ujar Ahmad di Jakarta, Selasa (1/11).

Dalam memberikan rekomendasi pendirian suatu rumah ibadah, kata Ahmad, FKUB Provinsi DKI memerhatikan berbagai aspek teknis yang ada. Di antaranya mencakup verifikasi terhadap kelengkapan dokumen administrasi, sertifikat tanah, serta status peruntukan lahan tempat rumah ibadah tersebut didirikan.

“Peruntukan lahan di sini harus jelas, apakah memang untuk rumah ibadah atau bukan. Jika ternyata lahan tersebut berstatus tanah untuk ruko (rumah toko) atau hunian, pihak pendiri harus mengurus izin perubahan peruntukannya dulu,” ucap Ahmad.

Menurut dia, status peruntukan tanah  itu perlu diperjelas supaya tidak menimbulkan polemik di kemudian hari. FKUB Provinsi DKI Jakarta tidak dapat memberikan rekomendasinya jika lahan yang hendak digunakan untuk pendirian bangunan ibadah tidak sesuai dengan status peruntukannya. “Meskipun Pemprov DKI mengatakan pendirian rumah ibadah di Jakarta kini boleh dilakukan di mana saja, namun kami tetap meminta kepada pihak pendiri untuk melampirkan status peruntukan lahan mereka,” kata Ahmad menjelaskan.

Kepala Subbagian Fasilitas Kegiatan Mental Spiritual Provinsi DKI Jakarta, Tatang Faturahman, sebelumnya menuturkan, pendirian rumah ibadah di Ibu Kota sekarang ini jauh lebih mudah dan terbuka jika dibandingkan dengan di masa-masa yang lalu. Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta memang tidak dapat menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) terhadap tempat-tempat ibadah yang didirikan di atas lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Namun, kata Tatang, aturan semacam itu sekarang tidak berlaku lagi. Sejak disahkannnya Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (Perda Zonasi), pendirian rumah ibadah kini boleh dilakukan di mana saja. Masyarakat Ibu Kota pun sekarang tak perlu lagi repot-repot mengurus izin perubahan peruntukan tanah di lokasi yang hendak mereka gunakan untuk pembangunan rumah ibadah. “Kalau mengacu pada perda tersebut, tanah yang tadinya dikhususkan untuk ruko, pusat bisnis, atau perkantoran kini bisa diubah peruntukannya menjadi tempat ibadah,” ujar Tatang.

Hingga 2013, kata dia, setiap rumah ibadah yang berdiri di atas tanah untuk hunian, ruko, pusat bisnis, atau perkantoran memang diharuskan memiliki izin perubahan peruntukan tanah. Pengurusan izin itu dulu bisa memakan waktu sangat lama, yakni sampai satu tahun atau bahkan lebih. Namun, sejak diberlakukannya Perda Zonasi DKI Nomor 1 Tahun 2014, izin perubahan peruntukan tanah untuk pendirian rumah ibadah kini tidak diperlukan lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement