Oleh Erik Purnama Putra dan Muhyiddin/Wartawan Republika
Friederich Batari (39 tahun) mengaku bersyukur menempati salah satu unit di Rumah Susun Tanah Abang (RSTA), Jakarta Pusat. Laki-laki asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merantau ke Jakarta sejak 12 tahun ini, sudah menjadi pelanggan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) sejak 2006. Dia menyadari, tinggal di Ibu Kota pasti harus selalu siap dengan biaya hidup tinggi. Hal itu sudah dirasakannya sejak masih membujang maupun menikah hingga memiliki dua anak.
Keputusannya pindah untuk menempati RSTA Tanah Abang terbukti tepat. Friederich yang kala itu harus mengirit biaya setelah menikah memilih mengontrak di tengah kota. Tinggal di RSTA Blok 34 Lantai 3 Nomor 1, Jalan KH Mas Mansyur, Kebon Kacang, membuatnya berkenalan dengan gas bumi. Dia yang ketika mengontrak di tempat sebelumnya harus direpotkan dengan penggantian tabung ketika gas untuk kompor habis, tiba-tiba dibuat nyaman dengan fasilitas pipa gas di rusun.
"Sampai sekarang tidak ada kendala. Lancar aman. Padahal saya berlangganan gas bumi sejak 10 tahun yang lalu. Nggak capek lagi angkat-angkat tabung seperti dulu," ujarnya saat berbincang dengan Republika, Sabtu (29/10).
Terpenting dan yang membuat istrinya senang, lanjut Friederich, adalah tarif bulanan gas bumi ternyata sangat terjangkau baginya. Sebagai seorang pekerja yang harus menghidupi dua anak dengan istrinya sebagai ibu rumah tangga, ia merasa terbantu dengan berkurangnya pengeluaran dibandingkan ketika masih menggunakan gas elpiji (LPG) di kontrakan sebelumnya.
Dia mengaku, istrinya juga sempat kaget setelah mengetahui biaya yang harus dibayarkan ke PT PGN sangat terjangkau. Dia pun bersyukur, langkah pengiritan yang dilakukannya bersama sang istri, turut terbantu dengan harga gas bumi yang sangat terjangkau kalangan kecil.
"Sekarang saja, per bulan buat masak itu hanya bayar Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu per bulan. Jauh lebih murah daripada ketika masih pakai tabung gas. Ini sangat bermanfaat, apalagi katanya ramah lingkungan," ujar Friederich.
Dia melanjutkan, seharusnya tarif listrik maupun air juga bisa dibuat terjangkau seperti harga gas bumi. Meskipun bukan sebagai keluarga kekurangan, ia juga tidak termasuk keluarga yang memiliki banyak uang. Karena itu, adanya fasilitas gas bumi di RSTA dapat dikatakan sebagai hadirnya negara dalam melayani masyarakat yang hidup di tengah pengeluaran rumah tangga yang semakin meningkat.
"Bagi kami, gas di rusun sebagai bentuk kehadiran negara. Hemat secara ekonomi dan aman. Pokoknya (layanannya) top deh," kata Friederich sambil mengangkat jempol kanannya.
Republika kemudian menyambangi Blok 43 Lantai 1 untuk berbincang dengan penghuninya, Ibu Jalal (69 tahun). Perempuan yang memiliki nama asli Sarning tersebut ketika itu sedang duduk santai di depan rumahnya berukuran 36 meter persegi tersebut. Dia menuturkan, adanya instalasi pipa gas yang terpasang di rumahnya, membuatnya dan suami tidak perlu repot memasak. Dia mengaku senang dengan adanya mesin pencatat penggunaan gas bumi, yang membuatnya bisa mengontrol pemakaiannya.
Dia cukup membayarnya melalui ATM atau mendatangi bank. Dengan mekanisme seperti itu, ia merasa sebagai konsumen memiliki tanggung jawab untuk membayar tagihan tepat waktu. “Saya terima kasih sekali, soalnya sebulan gak sampai banyak bayarnya. Kan hanya meteran, jadi tergantung gimana pemakaian. Murah sebetulnya dari pada gas yang tabung, aman lagi,” ujar Sarning.
Dia menjelaskan, untuk keperluan memasak hanya perlu membayar sebesar Rp 35 ribu dalam setiap bulannya. Namun, sambung dia, pengeluarannya bakal meningkat ketika datang momen Hari Besar Agama Islam, lantaran ia harus memasak ketupat, opor ayam, rendang, dan makanan lainnya. Sementara, dalam pemakaian sehari-hari, ia hanya menggunakan gas bumi untuk memasak sayur-mayur dan lauk pauk seperti warga pada umumnya.
Sarning menjelaskan, ia sudah menjadi pelanggan gas bumi selama 35 tahun atau sejak rusun itu dibangun. Selama itu pula, ia memuji, kualitas layanan instalasi gas belum pernah ada kendala. Karena itu, ia tidak pernah mengajukan keluhan terkait layanan kepada PT PGN. Hanya saja, kata dia, di blok sebelah pernah ada kejadian terjadi kebocoran gas dari saluran pipa sehingga menimbulkan bau tak sedap. “Namun, petugas langsung datang memperbaiki. Jadi, kalau mati langsung dikasih tahu, kemudian diumumkan untuk diperbaiki. Jadi, cuma pernah sekali itu saja,” ujar warga asal Sukabumi itu.
Sarning mencatat, ada sekitar 960 kepala keluarga (KK) yang tinggal di RSTA menjadi pelanggan tetap gas bumi. Sepengetahuannya, fasilitas gas tanpa subsidi tersebut sangat bermanfaaat bagi semua warga penghuni rusun. “Intinya kalau gas bumi ini gak bakalan ada kebakaran. Meledak juga gak, soalnya kan pakai meteran. Gak usah ngangkat-ngangkat tabung juga. sementara kalau gas tabung, kalau mau masak tengah malam dan gasnya habis, pasti gak bisa memasak. Kalau ini tinggal ceklekin, ya sudah nyala,” ucapnya.
Penghuni Blok 33 Lantai 3 Nomor 1, Agus Jurex (44) juga mengatakan hal senada. Dia merasa aman dan efisien dengan menikmati gas bumi tersebut. Hanya satu catatan yang ingin disampaikannya kepada PT PGN, yaitu soal kebijakan membayar uang jaminan sekitar Rp 300 ribu yang diberlakukan sejak tiga bulan lalu.
Meski begitu, setelah diberi penjelasan oleh petugas yang melakukan sosialisasi, ia bisa memahami kebijakan itu. “Itu soalnya banyak yang di sini kadang-kadang nunggak. Kadang-kadang dikontrakin ke orang, akhirnya tidak dibayarkan akhirnya diputus dan tak bayar. Karena itu diadakannya modal deposit itu. Itu cuma sekali doang, istilahnya itu deposit kita lah,” katanya.
Agus yang tinggal berenam bersama istri, anak, dan saudaranya mengataka, dibandingkan dengan tetangga lainnya, pemakaian gas bumi yang dilakukannya melebihi rata-rata. Dia merasa hal itu wajar saja lantaran anggota keluarganya cukup banyak. Selama menikmati gas bumi murah itu, kata dia, tidak ada kendala apapun, termasuk soal pelayanan. Dia hanya berpesan agar PT PGN terus meningkatkan pelayanan kepada para pelanggan.
“Kalau saya sehari-hari bayarnya Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu tergantung pemakaiannya. Emang kalau pakai gas negara itu tidak terlalu mahal. Kalau gas melon paling dua hari habis, belum lagi bikin mi dan nasi goreng,” ujarnya.
Sekretaris Perusahaan PGN, Heri Yusup mengatakan, gas bumi merupakan bahan bakar yang efisien karena gas yang diproduksi dari hulu langsung diangkut melalui jaringan pipa secara langsung ke pengguna atau pelanggan. Walau, kata dia, ada juga gas bumi harus dicairkan dulu baru dibawa ke wilayah yang membutuhkan gas.
"Tidak hanya efisien, penggunaan gas bumi juga memberikan banyak manfaat bagi pelanggan PGN, mulai dari bahan bakar yang bersih, mengalir 24 jam penuh sehingga kapan pun diperlukan gas bumi selalu siap tersedia, dan juga mudah serta aman," ujar Heri .
Menurut dia, pelayanan terbaik yang diberikan kepada pelanggan selalu menjadi komitmen PGN. Dia mengatakan, tentu saja ada peran warga juga yang ikut menjaga fasilitas jaringan pipa sehingga pasokan gas tidak pernah bermasalah. Karena itu, Heri tidak heran, penghuni RSTA tidak pernah mengeluhkan adanya masalah gas bumi.
"Sudah puluhan tahun warga Rumah Susun Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat menikmati pasokan gas bumi dari PGN. Alhamdulillah sampai sekarang selalu berjalan dengan lancar dan aman. Hal tersebut merupakan hasil dari kerjasama antara PGN dan warga Rusun Kebon Kacang, yang terus menjaga dan merawat pipa gas bumi tersebut," katanya.
Dia menambahkan, perusahaannya juga memiliki pegawai khusus bernama Petugas Leak Survei yang berjalan berkeliling setiap harinya untuk memeriksa setiap pipa gas PGN. Karena itu, kalau ada indikasi kebocoran gas bisa langsung ditangani segera, tanpa perlu menunggu pengaduan warga. "PGN juga rutin melakukan pengecekan kondisi pipa-pipa gas yang dipasok ke pelanggan," ucap Heri.