REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mengungkapkan, praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sangat rawan terjadi dalam pengadaan barang dan jasa. Buktinya, saat ini ada banyak kepala daerah yang tersandung hukum akibat permasalahan pengadaan.
Kepala LKPP Agus Prabowo mengatakan, modus korupsi pada proses pengadaan yang sering ditemukan berupa pengadaan fiktif, kelebihan pembayaran, spesifikasi barang/jasa tidak sesuai kontrak, hingga ada pemahalan harga.
Agus berharap agar semua kepala daerah dapat betul-betul meningkatkan kualitas, transparansi dalam pengadaan barang dan jasa. "Reformis atau tidaknya suatu daerah tecermin dari bagaimana daerah atau kepala daerah itu dalam melakukan pengadaan barang/jasa," ujar Agus, Jumat (28/10).
Dia mengimbau kepala daerah untuk tidak melakukan intervensi terhadap proses pengadaan. Sebaiknya, proses pengadaan diserahkan sepenuhnya kepada panitia pengadaan barang/jasa.
LKPP menyarankan agar setiap daerah juga dapat melakukan lelang pengadaan melalui sistem e-catalog dan e-purchasing. Sistem tersebut diyakini ampuh untuk mengurangi praktik KKN.
"Jadi kalau pakai sistem apanya yang mau diganggu, barangnya sudah ada, harganya sudah terbuka, penyedianya sudah siap, kita tinggal klik saja. Jadi, gunakanlah sistem ini," ujarnya.
LKPP mencatat, transaksi pengadaan barang/jasa melalui e-purchasing sudah mencapai 13.527 paket dengan nilai lebih dari Rp 9 triliun sepanjang Januari-Mei 2016. Tahun lalu, pemerintah sudah melakukan belanja melalui e-purchasing senilai Rp 31 triliun.