REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan calon kepala daerah pada pilkada serentak 2017 akan didiskualifikasi dari kepesertaan pemilu jika terbukti melakukan praktik politik uang selama berlangsungnya tahapan pilkada.
"Jika ada calon kepala daerah yang terbukti melakukan praktik uang akan didiskualifikasi dari kepesertaan pemilu," kata Komisioner Bawaslu Nasrullah, Rabu (26/10).
Menurut Nasrullah, aturan pilkada secara tegas menyebutkan, para calon kepala daerah tidak dibenarkan melakukan praktik politik uang. Bahkan tidak hanya pemberi, penerima juga bisa dijerat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Penerima uang bisa dikenakan sanksi hukum pidana maksimal dua tahun dan yang memberi bisa di pidana maksimal enam tahun atau denda sampai Rp 300 juta," sebutnya.
Calon kepala daerah yang terbukti memberikan mahar politik kepada parpol dan tidak melaporkan dana kampanye juga bisa didiskualifikasi dari kepesertaan pemilu, sebutnya lagi. Lebih lanjut Nasrullah mengingatkan calon kepala daerah juga bisa dibatalkan dari kepesertaan pemilu karena melakukan mutasi jabatan diakhir masa jabatannya karena faktor politis.
"Calon pejawat yang melakukan mutasi jabatan harus ada persetujuan menteri dalam negeri. Jika tidak, calon tersebut bisa didiskualifikasi juga sebagai peserta pemilu," ujarnya.
Kemudian ia menambahkan, jika calon petahana menarik kembali surat keputusan (sk) mutasi jabatan maka Bawaslu akan memberikan toleransi. Namun jika tidak, maka akan dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.