Kamis 27 Oct 2016 01:00 WIB

Ngegas dan Ngerem

 Anif Punto Utomo
Foto: Republika
Anif Punto Utomo

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Anif Punto Utomo *)

Gas dan rem adalah keniscayaan. Seperti juga ada laki-laki ada perempuan, ada hitam ada putih, ada sukses ada gagal, ada baik ada buruk, ada kiri ada kanan, ada bawah ada atas, dan sebagainya.

Pada kendaraan bermotor, gas dan rem pasti ada, dan harus ada. Gas untuk menambah kecepatan, sedangkan rem untuk mengurangi kecepatan. Harmonisasi antara gas dan rem menjadi salah satu yang menentukan keselamatan berkendara. Jika kendaraan teralu cepat, perlu direm agar tidak berbahaya. Sebaliknya, jika kendaraan terlalu lambat, maka perlu digas agar tak ketinggalan.

Keharmonisan gas dan rem ini bisa dianalogikan di pemerintahan. Ada kalanya pemimpin terlalu bersemangat membangun, gas pol, akhirnya dia terjebak sendiri. Pemimpin seperti ini, perlu didampingi orang yang bisa menjadi ‘rem’ agar pemerintahan tetap terkontrol. Pemimpin yang suka ngegas biasanya banyak inisiatif dan memiliki tipe risk taker (berani ambil risiko).

Sebaliknya, ada pemimpin yang ngerem terus, terlalu hati-hati, akhirnya dia tidak tampak berbuat apa-apa karena hanya bekerja ecara business as usual. Pemimpin seperti ini perlu pendamping yang bisa ngegas agar gerak pemerintah melaju ke depan. Biasanya, pemimpin yang lebih suka ngerem ini memiliki tipe safety player (cari aman).

Kedua tipe pemimpin tersebut, tampaknya melekat pada pemimpin tertinggi kita, sang presiden. Terutama untuk Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jokowi. Keduanya, memiliki karakter yang berbeda dalam menjalankan roda pemerintahan, sehingga hasilnya pun terlihat berbeda. Mana yang lebih baik, terserah pendapat masing-masing.

SBY ketika memegang kendali pemerintahan bisa dikatakan tipe ngerem. Di tengah pujian tentang keflamboyanannya dia terlalu hati-hati, sehingga miskin dengan inisiatif. Pada periode pertama 2004-2009, dia didampingi wakil presiden Jusul Kalla (JK). Kebetulan tipe JK ini adalah ngegas, jadi sedikitnya ada harmonisasi dalam mengatur gas dan rem.

JK yang tipe ngegas banyak inisiatif. Beberapa kebijakan seperti migrasi minyak tanah ke LPG, penyelesaian Aceh dari JK, penyediaan listrik 10 GW, dari dia dan dia sendiri yang tampil di depan menjawab semua kritikan. SBY banyak berperan dalam mengendalikan langkah-langkah JK yang terlalu progresif. Akhirnya, karena JK yang ‘terlihat’ banyak berperan, Syafii Maarif menasbihkan JK sebagai the real president.

Pada periode kedua 2009-1014, SBY berpasangan dengan Boediono. Rupanya Boediono yang berlatar belakang birokrat intelektual memiliki tipe yang sama dengan SBY, yakni ngerem. Jadi kedua-duanya, presiden dan wakil presiden, keduanya safety player. Akhirnya nyaris tidak ada jejak yang ditorehkan selama lima tahun pemerintahan mereka.

Begitu terjadi pergantian pemerintahan dan Jokowi-JK menjadi presiden dan wakil presiden gaya pemerintahan berubah. Berbalikan. Jokowi-JK sama-sama tipe ngegas. Bahkan Jokowi ngegas-nya lebih kencang. Itu membuktikan jawabannya ketika ditanya watawan saat kampanye:

"Bagaimana Pak Jokowi bisa mengimbangi Pak JK yang cepat?"

"Saya lebih cepat dari Pak JK," jawab Jokowi. Dan benar Jokowi lebih ngegas.

Tapi, karena ngegas-nya terlalu kencang, Jokowi terus membuat target yang ambisius. Dan yang paling berakibat fatal adalah target ambisius dalam penerimaan APBN. Target pajak terlalu tinggi, sehingga tidak tercapai. Akibatnya, anggaran dipangkas habis-habisan dan utang diperbesar. JK tidak ngerem karena memang bukan tipenya.

Datanglah kemudian Sri Mulyani menggantikan Bambang Brojonegoro sebagai menteri keuangan. Rupanya, Sri Mulyani inilah yang menjadi rem. Target-target ambisius Jokowi sebagian direm oleh Sri Mulyani. APBN yang tadinya hampir jebol, ditata ulang sehingga kembali menjadi kredibel. Target pajak 2017 diturunkan dibanding 2016.

Jadi, ternyata peran gas dan rem juga dibutuhkan dalam pemerintahan. Siapa yang bagian ngegas, siapa yang bagian ngerem harus jelas perannya. Kita pernah punya pasangan presiden dan wakil yang sama-sama ngerem, kita punya juga sedag dipimpin oleh pasangan yang sama-sama ngegas. Kita lihat nanti hasil akhirnya.

*) Direktur Indostrategic Economic Intelligence

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement