REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Sebanyak 94 warga Desa Sukatani, Kecamatan Cilamaya Wetan, keracunan. Mereka keracunan bubur sura. Akibatnya, puluhan warga yang terdiri atas orang dewasa dan anak-anak itu harus dirawat di puskesmas setempat. Bahkan, ada yang dirujuk ke Puskesmas Cilamaya Wetan dan Tempuran.
Kasuban TU Puskesmas Sukatani, Saripudin, mengatakan, peristiwa keracunan yang menggegerkan itu terjadi pada Senin (24/10) sore sekitar pukul 15.00 WIB. Saat itu, ada empat orang warga yang datang ke puskesmas. Mereka menderita mual, pusing dan muntah-muntah. "Masyarakat yang keracunan itu datang, ketika sebagian karyawan puskesmas sudah pada pulang," ujar Saripudin kepada Republika.co.id, Selasa (25/10).
Beruntung masih ada dua petugas lagi, yakni dia dan perawat Cucun Cunaesih. Saat ditanya kepada warga itu, ternyata yang keracunan masih banyak. Saat itu juga, warga yang keracunan itu berbondong-bondong datang ke puskesmas.
Karena kewalahan, maka semua petugas kembali dipanggil untuk masuk kerja. Pasalnya, keracunan ini merupakan kejadian luar biasa. Dengan jumlah korbannya sangat banyak. Setelah didata, jumlah korban keracunan mencapai 94 warga.
Karena jumlahnya sangat banyak, 10 warga dirujuk ke dua puskesmas lainnya. Yakni, delapan orang ke Puskesmas Cilamaya Wetan dan dua orang ke Puskesmas Tempuran. Sampai saat ini, lanjut Saripudin, 10 warga di dua puskesmas itu masih dirawat. Akan tetapi siang ini sudah diperbolehkan pulang ke rumahnya.
"Sedangkan, warga yang dirawat di Puskesmas Sukatani, sejak semalam juga sudah pulang semua," ujarnya.
Kejadian ini, Saripudin mengatakan, langsung mendapat perhatian serius dari Dinas Kesehatan Karawang. Bahkan, keracunan ini menjadi kejadian luar biasa (KLB). Adapun penyebab keracunan ini, diduga dari salah satu bahan pangan dalam membuat bubur sura tersebut.
Menurut keterangan warga, bubur itu dibuat dari berbagai bahan pangan. Seperti, beras, ayam, telur dan gadung (jenis umbi-umbian). Diduga, penyebab keracunan ini dari racun gadung tersebut. "Kami mengimbau, ke depan kalau masyarakat membuat bubur sura lagi, jangan menggunakan bahan yang aneh-aneh," ujarnya.
Sementara itu, Karsinah (50 tahun), salah seorang warga yang keracunan, menuturkan pada Senin pagi, ratusan warga berkumpul di halaman rumah keturunan Mama (Eyang) Lingga. Warga hendak membuat bubur sura, dalam rangka memeringati bulan sura. "Pembuatan bubur sura ini sudah tradisi dan dijalani setiap tahunnya," ujarnya.
Saat itu warga membuat bubur sampai dua kali. Bubur pertama, disebut bubur untuk bancakan (makan bersama) para pembuatnya. Pada bubur pertama ini, memang dilengkapi dengan umbi gadung.
Bubur bancakan ini dimakan sekitar pukul 10.00 WIB sampai pukul 11.00 WIB. Setelah itu, bubur kedua dibuat lagi. Bubur kedua ini, dibagikan ke masyarakat di desa ini. Termasuk ke petugas puskesmas. "Tapi, yang keracunan ini warga yang memakan bubur sura bancakan," jelasnya.
Setelah memakan bubur bancakan itu, Karsinah mengatakan, warga merasakan pusing, mual, lalu muntah-muntah. Kejadian ini, ternyata serentak dialami Karsinah dan 93 warga lainnya.