REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir berharap pemberantasan pungutan liar yang dicanangkan Presiden Joko Widodo direalisasikan secara menyeluruh. Semangat ini bisa dimulai pemerintah pusat hingga daerah.
"Kami dukung langkah Presiden ini dan harus menjadi langkah kebijakan operasional mulai pemerintah pusat hingga daerah," kata Haedar seusai acara Ulang Tahun Suara Muhammadiyah ke-101 di Yogyakarta, Senin (24/10).
Ia mengatakan pungutan liar (pungli) merupakan bagian dari praktik korupsi yang selama ini telah merusak sistem pelayanan publik yang profesional dan objektif. Dengan pungli berbagai aturan dapat dilanggar bahkan ditiadakan. "Praktik korup itu memang harus dibersihkan karena sekali meluas maka banyak sistem yang objektif dan profesional dirusak," kata dia.
Meski demikian, kabijakan pemberantasan pungli yang telah disertai penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar itu perlu diikuti dengan sistem pengawasan dan penindakan yang tegas. "Mereka yang terbukti melakukan pungli harus betul-betul ditindak," kata dia.
Selain itu, kata dia, kebijakan itu juga harus diikuti dengan memotong mata rantai budaya toleran terhadap berbagai perilaku yang mengarah pada perilaku koruptif serta penyalahgunaan wewenang. "Orang Indonesia harus diajari bahwa memperjuangkan sesuatu harus dengan keringat sendiri," kata dia.
Sementara itu, cendekiawan muslim yang juga mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafii Maarif berharap pemberantasan pungli dapat dilakukan secara terus menerus. Sebab, menurut dia, pungli telah masuk di berbagai lini kehidupan masyarakat. "Jangan cuma presiden, tapi harus diikuti seluruh level pemerintahan hingga tingkat desa," kata dia.
Menurut Syafii, praktik pungli selama ini memiliki kontribisi yang besar dalam menyumbang tingkat kemiskiman. "Sekarang apa-apa ada pungli sehingga semua harga-harga jadi naik dan menjadi pemicu kemiskinan," kata dia.