Senin 24 Oct 2016 15:16 WIB

Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan Masih Bersifat Sektoral

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Mobil 4X4 menuju kawasan di dalam Pusat Pendidikan Konservasi Alam Badogol (PPKAB) Taman Nasional Gede Pangrango, Jawa Barat, Senin (23/11).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Mobil 4X4 menuju kawasan di dalam Pusat Pendidikan Konservasi Alam Badogol (PPKAB) Taman Nasional Gede Pangrango, Jawa Barat, Senin (23/11).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pengelolaan lanskap berkelanjutan di Indonesia masih dilihat terpisah untuk memenuhi tujuan sektoral. Divisi Manajemen Kawasan Konservasi di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) menilai keputusan pengelolaan secara sektoral ini tanpa koordinasi efektif dengan sektor lain.

"Ini sering kali berdampak negatif pada ketersediaan sumber daya alam secara keseluruhan," kata  Akademisi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB Haryanto dalam Lokakarya Pengelolaan Kawasan Konservasi dalam Konteks Pengelolaan Lansekap Berkelanjutan akhir pekan lalu.

Ekspansi cepat dari perkebunan dan perindustrian di Indonesia telah memperkuat perekonomian nasional dan mengangkat banyak produsen kecil dari kemiskinan. Sayangnya ini menyebabkan tingginya deforestasi, konversi rawa gambut, hilangnya keanekaragaman hayati, peningkatan emisi karbondioksida, dan kebakaran hutan.

Semua itu berdampak negatif pada kesehatan manusia dan memaksa terjadinya migrasi dari daerah dampak. Kesadaran atas berbagai masalah kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan mendorong berbagai pihak untuk mengadopsi pengelolaan lansekap berkelanjutan sebagai basis pembangunan.

Banyak agenda internasional dan gerakan gobal menyepakati pentingnya skala lansekap sebagai pendekatan tepat untuk mewujudkan konsep pembangunan berkelanjutan ini. Agenda tersebut antara lain negosiasi iklim global, serta New York Declaration on Forest dan Bonn Challenge.

Pakar Manajemen Kawasan Konservasi ini menyoroti gagalnya pengelolaan sumber daya alam secara global ketika upaya dan inisiatif yang dibangun untuk menguatkan aspek konservasi ekosistem tak dapat menghambat kehilangan sumber daya hayati. Kerangka pikir saat ini membuat manusia cenderung menurunkan keseimbangan dinamis berbagai subsistem alam hingga batas yang tak dapat dipulihkan.

"Inti dari masalah kelestarian sumber daya alam ini adalah cara berpikir dan sistem nilai manusia. Jika dan hanya jika terbangun kesadaran kolektif yang tinggi atau kesadaran sang khalifah, maka manusia akan menemukan peran fitrahnya dalam mempertahankan kelestarian jasa ekosistem di muka bumi," katanya.

Divisi Manajemen Kawasan Konservasi IPB menyadari perlunya mengarusutamakan pembangunan lansekap berkelanjutan untuk diadopsi pelaku dan pemerhati, termasuk akademisi perguruan tinggi. Ada tiga isu utama yang perlu dibahas.

Pertama, kurikulum yang menjadi bahan ajaran dan agenda penelitian. Kedua, penguatan kapasitas berbagai pihak untuk mendukung pengelolaan kawasan konservasi. Ketiga, kelembagaan untuk mengembangkan mekanisme pembelajaran bersama yang mendukung pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement