REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Jokowi memerintahkan Jaksa Agung untuk mencari dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir. Hal ini dinilai sama saja meminta Jaksa Agung memeriksa SBY. Sebab, TPF mengaku sudah menyerahkan dokumen TPF Munir kepada SBY saat ia menjabat sebagai presiden pada 2005.
Rupanya hal ini mengusik SBY. Melalui Twitter-nya, SBY mengatakan, dua minggu terakhir ini pemberitaan media dan perbincangan publik terkait hasil temuan TPF amat gencar. "Saya amati perbincangan publik ada yang berada dalam konteks, namun ada pula yang bergeser ke sana ke mari dan bernuansa politik," katanya, Ahad, (23/10).
Dalam dua minggu ini pula, ujar SBY, sebagai mantan presiden ia terus bekerja sama dengan para mantan pejabat KIB untuk menyiapkan penjelasan. "Kami buka kembali semua dokumen, catatan dan ingatan kami apa yang dilakukan pemerintah dalam penegakkan hukum kasus Munir."
SBY akan membuka data tersebut dalam dua sampai tiga hari kedepan. Hal yang ingin dikonstruksikan bukan hanya tindak lanjut temuan TPF Munir. Tetapi apa saja yang telah dilakukan pemerintah sejak November 2004.
SBY menjelaskan, ketika aktivis HAM Munir meninggal, terang SBY, ia masih berstatus sebagai capres. Tiga minggu setelah jadi presiden, Ibu Suciawati istri almarhum menemuinya.
Kurang dari seminggu setelah pertemuan itu, di mana TPF Munir belum dibentuk, pemerintah memberangkatkan tim penyidik Polri ke Belanda. Aktivitas pemerintah dan penegak hukum selanjutnya segera disampaikan kepada publika supaya publik tahu duduk persoalan yang benar.
"Saya memilih menahan diri dan tak reaktif dalam menanggapi berbagai tudingan ini. Ini masalah yang penting dan sensitif, juga soal kebenaran dan keadilan," kata SBY.
Menurutnya, penjelasan tersebut akan disampaikan dalam dua sampai tiga hari mendatang. "Haruslah berdasarkan fakta, logika & tentunya juga kebenaran," katanya.