REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Indonesia sebagai negara yang rawan bencana alam, dinilai perlu menerapkan skema asuransi bencana alam seperti di Jepang, Taiwan, dan beberapa negara lainnya yang rawan bencana alam. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kornelius Simanjuntak, dosen mata kuliah hukum asuransi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) dalam sidang promosi doktor di FH UI Depok Jawa Barat, Sabtu (22/10).
Menurut Kornelius, skema asuransi bencana alam yang dapat dan tepat untuk diterapkan di Indonesia adalah skema asuransi bencana alam yang bersifat "wajib tolong-menolong" untuk menjamin setiap rumah tinggal terhadap resiko bencana alam.
Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia periode 2011 - 2013 itu dalam disertasinya juga menjelaskan, berbagai bencana alam yang terjadi selama ini telah merusak setidaknya dua juta unit rumah di Indonesia.
"Pertanyaannya, siapa yang harus membangun kembali tempat tinggal yang hancur itu? Padahal pemerintah dananya terbatas," katanya. Maka, lanjutnya, cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan membuat mekanisme gotong royong melalui skema asuransi bencana alam.
Kornelius sebelumnya mengadakan penelitian di tujuh negara yakni Jepang, Prancis, Selandia Baru, Turki, Taiwan, Amerika Serikat (di negara bagian California), dan Meksiko. "Di negara-negara itu asuransi kerugian akibat bencana alam diatur dalam undang-undang tersendiri dan bersifat wajib," katanya.
Dalam kaitan itu pula ia merekomendasikan adanya revisi Undang-undang No. 40/2014 tentang Perasuransian dan Undang-undang No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana agar sesuai untuk maksud tersebut. Kornelius juga menegaskan, prinsip gotong royong yang merupakan kearifan lokal harus dijadikan prinsip dasar untuk penerapan asuransi bencana alam di Indonesia.
Ia mencontohkan, dalam bencana gempa dan tsunami di Sendai Jepang tahun 2011, kerugian rumah tinggal mencapai Rp127 juta triliun, dan kerugian itu dapat ditutup oleh asuransi.