Kamis 20 Oct 2016 20:34 WIB

Pengamat: Kasus HAM Masa Lalu Ganggu Stabilitas

Massa BEM Universitas se-Indonesia melakukan demo dalam rangka dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (20/10).
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Massa BEM Universitas se-Indonesia melakukan demo dalam rangka dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Politik Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Arskal Salim, menyatakan, kasus Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu bisa menimbulkan kerugian stabilitas politik yang mahal sekali.

"Saya katakan masalah (HAM masa lalu) ini adalah masalah yang sensitif dan bisa menimbulkan kerugian stabilitas politik yang mahal," kata Arskal dalam diskusi "Menagih Nawacita: Evaluasi 2 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK" di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (20/10).

Menurutnya, tidak mudah bagi pemerintah yang berkuasa saat ini untuk menuntaskan permasalahan HAM masa lalu. "Kalau kita menganggap ini harus dibebankan ke pemerintah saat ini, kenapa tidak diselesaikan di pemerintahan sebelumnya," ujarnya.

Namun, kata Arskal, dibutuhkan juga keterbukaan dan kerelaan untuk mau mengakui fakta-fakta yang terjadi dalam pelanggaran HAM masa lalu dan di sini lah tantangan besar bagi bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa penuh kepribadian. Ia menjelaskan, terdapat dua masalah utama dalam upaya penyelesaian kasus HAM masa lalu tersebut.

"Pertama, tidak ada 'political will', tiba-tiba itu dibuka dan semua fokus perhatian ke sana, efeknya pada stabilitas politik. Saya rasa itu kurang sebanding karena itu bisa menjadi beban bagi pemerintah bagaimana political will pemerintah sesungguhnya," katanya.

Kedua, sering kali apabila ada masalah internal di dalam negeri bisa diselesaikan apabila mendapat tekanan internasional. "Namun, tekanan itu sudah meredup tidak seperti dulu. Saat ini, karena semua negara sibuk dengan masalah-masalahnya sendiri sehingga tekanan-tekanan internasional harus diakui sudah menurun," ucap Arskal.

Sebelumnya, Imparsial meminta pemerintahan Jokowi-JK bisa menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu dengan pengungkapan terhadap kasus penghilangan para aktivis 1997/1998 (tercatat 13 aktivis) sebagai "starting point" bagi pengungkapan kasus-kasus HAM lainnya.

Selain itu, kata dia, berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu yang hingga kini tercatat menyisakan persoalan dan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan Jokowi-JK antara lain kasus tragedi 1965, kasus Talangsari, kekerasan pasca jajak pendapat di Timor Leste, kasus 27 Juli, kasus Tanjung Priok, kasus Semanggi I/II, dan kasus Trisakti.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement