REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan wacana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait tikus, mirip dengan di India yang juga pernah membuat kebijakan bagi masyarakat untuk mengumpulkan ular Kobra dan menjualnya kepada pemerintah.
"Dulu di India kasus ini juga pernah terjadi, satu kobra diberikan harga," ujar Anies di Posko Cicurug, Jakarta, Kamis (20/10).
Namun, lanjutnya, dampak yang diakibatkan kebijakan tersebut adalah masyarakat jadi semakin banyak yang mengembangbiakkan kobra. "Sampai akhirnya Pemerintah India memutuskan untuk tidak lagi membeli kobra," jelasnya.
Kendati demikian, kata Anies, berakhirnya aturan tersebut tidak kemudian menyelesaikan masalah. Ia menjelaskan para peternak dan penjual kobra kemudian membebaskan peliharaannya itu. "Akhirnya yang terjadi malah jadi 'banjir' kobra di India," tuturnya.
Selain India, Vietnam dan Myanmar merupakan dua negara lain yang juga memiliki pengalaman serupa, ungkap bakal calon pemimpin ibu kota yang diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut. "Jadi, kita patut belajar dari negara lain yang pernah melakukan hal yang sama. Mereka juga pernah punya pengalaman, itu sebabnya penting untuk melihat pengalaman dari banyak negara," kata Anies.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan membuat aturan khusus untuk mengefektifkan pelaksanaan Gerakan Basmi Tikus (GBT) di seluruh wilayah Ibu kota, untuk menghindarkan warga dari berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh tikus.
"Karena Dinas Kesehatan DKI Jakarta memberitahu bahwa air seni tikus bisa menyebabkan penyakit, dan sekarang ini sedang musim hujan. Makanya, program ini harus digalakkan," kata Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (19/10).
Dia mengatakan GBT akan dijalankan oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman serta Dinas Kebersihan DKI Jakarta, serta hanya akan dilakukan satu kali. Dalam gerakan itu, rencananya satu tikus akan dihargai Rp 20 ribu dan hasil tangkapan itu nantinya akan dikubur.