REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Syarifudin Sudding mengatakan langkah Polri yang mengusulkan menunda atau menangguhkan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah tepat.
"Kalau tidak dicabut berarti masih berlaku dan langkah yang tepat ketika ada laporan calon yang ikut Pilkada itu ditangguhkan, tidak hanya di Ibu Kota Jakarta, tapi juga daerah lain," kata Sudding, Selasa (18/10).
Menurut dia, di era Kapolri, Badrodin Haiti terbit Surat Edaran Perkap Nomor SE/7/VI/2014 yang menyebut jika sudah memasuki tahapan pemilu apalagi masa pendaftaran kemudian ada laporan terhadap calon kepala daerah baik bupati, wali kota maupun gubernur itu ditangguhkan sampai pilkada selesai.
Politikus Partai Hanura itu menilai pengaduan di masa jelang Pilkada sangat rentan unsur politisnya, sehingga Polri harus objektif melihat kasus aduan.
"Karena sangat rentan yang diajukan itu bermuatan politik tidak konteks pilar hukum," ujarnya.
Dia mengatakan, apabila proses pilkada selesai, kasus tersebut bisa ditindaklanjuti lagi oleh penyidik dengan alasan bukti-bukti yang cukup untuk meningkatkan kasus tersebut. Hal itu menurut dia dibutuhkan agar jangan sampai Korps Bhayangkara dijadikan sebagai alat politik, khususnya menjelang pelaksanaan Pilkada.
"Polri harus independen, tidak boleh terpolarisasi kepentingan-kepentingan," ucapnya.
Sebelumnya Kabareskrim Polri, Komjen Ari Dono Sukmanto mengatakan pihaknya mempertimbangkan penangguhan proses hukum laporan dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama untuk menghindari politisasi jelang Pilkada DKI 2017.