REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar mengatakan, Operasi Pemberantasan Pungli (OPP) yang dibentuk pemerintah bisa menjadi salah satu momentum memperbaiki citra Polri di masyarakat. Meski begitu, ia menilai hal tersebut belum cukup karena praktik pungli bisa terjadi karena banyak faktor.
“Pungli tidak sekadar aparat di lapangan minta-minta uang receh itu, tapi banyak faktor,” ujar Bambang kepada Republika, Senin (17/10).
Faktor lain yang dimaksud yaitu pungli juga berkaitan dengan birokrasi pelayanan. Kemudian kondisi mental pelaksanaan, sarana dan prasarana serta struktur organisasi. Sebab itu, menurut Bambang, hal itu tidak bisa diselesaikan melalui jalan penindakan hukum saja.
“Jadi sisi lain yang saya sebutkan tadi harus diperbaiki. Kalau sistem birokrasinya tidak diperbaiki akan sebentar saja nanti,” kata Bambang.
Operasi semacam ini, lanjutnya, sudah pernah dilakukan pada zaman Presiden Soeharto. Saat itu dikenal dengan Operasi Tertib atau Opstib pada tahun 1977-1981. Rupanya praktik pungli saat ini kambuh kembali. Hal ini, Bambang menilai karena hanya menggunakan cara penindakan hukum terhadap praktik pungli. Untuk itu, Bambang menyarankan kepada Polri supaya memperbaiki semua lini dan belajar dari sejarah yaitu Opstib di masa Soeharto.
Pungli yang terjadi di kepolisian, menurutnya tidak lepas dari kesenjangan jabatan di internal Polri. “Mereka di atas hidupnya cukup baik, di bawah pas-pasan, mau sewa rumah saja gak cukup, itu juga harus diperhitungkan oleh Kapolri,” kata Bambang.