Ahad 16 Oct 2016 09:15 WIB

Gadis Afghanistan Jadi Guru Bagi Anak Imigran

Tiga anak imigran suku Rohingya berada di atas kapal mereka yang terdampar di perairan Desa Simpang Tiga, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Rabu (20/5).
Foto: Antara/Syifa
Tiga anak imigran suku Rohingya berada di atas kapal mereka yang terdampar di perairan Desa Simpang Tiga, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Rabu (20/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Seorang gadis Afganistan menjadi pengajar di sekolah yang didirikan khusus bagi anak-anak pengungsi di wilayah Citeko, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Atifa (17) yang ditemui Citeko, Bogor, Sabtu (15/10), telah tinggal di Citeko selama satu tahun lebih, sehari-hari ia beraktivitas sebagai guru pengajar di Sekolah Refugee Cisarua.

"Saya mengajar macam-macam, mulai dari matematika, biologi, geografi dan apa saja saya ajarkan," ungkap Gadis Afghanistan itu dalam Bahasa Inggris yang fasih.

Lokasi sekolah anak pengungsi berjalan sekitar satu jam berjalan kaki dari tempat tinggalnya di Desa Citeko. Terdapat lebih dari 10 anak yang belajar di sekolah khusus tersebut.

Keberadaan sekolah tersebut membantu anak-anak pencari suaka untuk tetap dapat mengakses pendidikan, agar tetap bisa beraktivitas di masyarakat. "Selain saya, adik perempuan saya juga ikut mengajar di sana," katanya.

Menurut Atifa, dengan menjadi pengajar, membantunya melewati hari-hari di tempat penampungan sementara sembari menunggu negara ketiga yang menjadi tujuannya mempersilahkan dirinya dan kelima keluarganya tinggal di sana.

Atifa datang ke Indonesia menggunakan pesawat terbang bersama ibu dan kelima saudara perempuannya. Mereka sudah tidak lagi memiliki ayah, sementara biaya kehidupan sehari-hari disumbang dari bibinya yang sudah tinggal di Australia selama lima tahun. "Kami dikirimkan uang sehari-hari oleh bibi saya yang sekarang sudah tinggal di Australia," katanya.

Atifa berharap, ia dan keluarganya dapat segera menempati negara ketiga yang menjadi tujuan mereka tinggal, menyelamatkan diri dari perang di kampung halamannya.

Ketika ditanya alasanya meninggalkan tempat tinggalnya di Afganistan setahun lalu, anak ketiga dari lima bersaudara tersebut menyebutkan, mereka membutuhkan keamanan dan kenyamanan untuk hidup dan tinggal di negara yang damai.

"Kampung halaman kami tidak aman, kekerasan dan perang sering terjadi. Kami terpaksa keluar dari kampung halaman karena sudah tidak aman bagi kami," katanya.

Selain Atifa dan keluarganya, terdapat 32 warga negara Afganistan yang menempati villa kontrakan milik Haji Andiardiansyah di Desa Citeko. Mereka terdiri dari beberapa keluarga.

Salah satunyanya Ali Imran (12), tinggal bersama ibu, kakak dan abangnya. Mereka sudah menetap selama satu tahun. Rencananya mereka akan menuju Australia tempat ayah mereka tinggal. Ali juga murid dari Atifa, ia belajar Bahasa Inggris selama bersekolah di penampungan Cisarua.

sumber : antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement