Kamis 13 Oct 2016 14:08 WIB

Menteri LHK Jelaskan Soal Persetujuan Paris kepada DPR

Menteri LHK Siti Nurbaya menandatangani Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim di New York, USA.
Foto: dok. Humas Kemenhut
Menteri LHK Siti Nurbaya menandatangani Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim di New York, USA.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VII DPR RI dengan  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mulai membahas RUU tentang Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC). Siti Nurbaya menyampaikan latar belakang, manfaat, materi pokok Persetujuan Paris, kontribusi yang ditetapkan secara nasional yang terkait dengan Persetujuan Paris dan peraturan perundang-undangan nasional.

Ia menjelaskan bahwa Persetujuan Paris merupakan perjanjian internasional tentang perubahan iklim yang bertujuan untuk menahan kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2 derajat celcius di atas tingkat pada masa pra industrialisasi dan dengan ambisi untuk melanjutkan upaya untuk menekan kenaikan suhu sebesar 1,5 derajat celcius.

Selain itu kata Siti Nurbaya, Persetujuan Paris atas kerangka kerja PBB mengenai perubahan iklim yang selanjutnya disebut sebagai Persetujuan Paris ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim menuju ketahanan iklim dan pembangunan rendah emisi tanpa mengancam produksi pangan dan penyiapan skema pendanaan untuk menuju pembangunan dengan rendah emisi serta ketahanan iklim.

“Persetujuan Paris bersifat mengikat secara hukum dan diterapkan di semua negara dengan prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan dan berdasarkan kemampuan masing-masing, serta memberikan tanggung jawab kepada negara-negara maju untuk menyediakan dana peningkatan kapasitas dan alih teknologi kepada negara berkembang,” kata Siti Nurbaya di Ruang Rapat Komisi VII, Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta.

Disamping itu, Persetujuan Paris mengamanatkan peningkatan kerjasama bilateral dan multilateral yang lebih efektif dan efisien untuk melaksanakan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan dukungan pendanaan alih teknologi, peningkatan kapasitas yang didukung mekanisme transfaransi serta tata kelola yang berkelanjutan.

“Sementara pada konteks nasional, pengendalian perubahan iklim merupakan amanat UUD 1945 Pasal 28 huruf h, bahwa setiap orang berhak atas hidup sejahtera, lahir dan bathin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.  Negara memberikan arah dan berkewajiban memastikan agar pembangunan yang dibutuhkan untuk memenuhi kesejahteraan rakyat tetap memperhatikan perlindungan aspek lingkungan dan sosial,” kata dia.

sumber : pemberitaan DPR
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement