REPUBLIKA.CO.ID, oleh Saefudin, Puslitbangbun Badan Litbang Kementan
Pembangunan pertanian ke depan harus dirancang dan dilaksanakan secara serius. Fokus pertanian harus melibatkan seluruh pihak baik pemerintah dan non pemerintah. Hal ini menjadi sangat penting mengingat luas, beban dan permasalahan sektor pertanian sangat banyak dan dinamis, sementara hal tersesbut berhubungan langsung dengan ketersediaan anggaran.
Permintaan atas pangan tidak bisa ditunda atau dianggap remeh karena terkait kebutuhan mendasar dan pokok baik atas permintaan dunia dan domestik seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan indsutri lainnya terutama pangan. Untuk itu regulasi dan kebijakan pembangunan pertanian selain mempertimbangkan aspek ketersediaan anggaran juga harus mempertimbangkan rancangan kegiatan dan program yang lebih efektif.
Selain itu, juga harus efisien dengan mempertimbangkan prioritas kegiatan dan program sehingga mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional melalui penurunan angka kemiskinan, pengangguran dan menyumbangkan tingkat devisa yang memadai.
Berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro tahun 2017, RAPBN 2017 disusun dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian global maupun domestik, yang tercermin dari asumsi dasar ekonomi makro sebagai berikut termasuk pertumbuhan ekonomi diperkirakan pada kisaran 5,3 persen yang akan didukung terutama oleh kinerja pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Pertumbuan ekonomi juga memperhatikan konsumsi masyarakat yang terjaga dan memperbaiki pemerataan pembangunan ekonomi.
Sektor pertanian harus mengambil peran menjadi leading sektor dalam memenuhi tuntutan kebutuhan pangan dan energi. Badan Litbang pertanian dalam perspectif ke depan harus berada pada garda terdepan untuk menjawab tantangan atau masalah di masa akan datang melalui berbagai riset unggulanya. Tantangan sektor pertanian pada tahun 2050 dihadapkan pada pertumbuhan dan jumlah penduduk dunia yang mencapi kurang lebih 9,6 triliun, dimana Asia memberikan kontribusi jumlah penduduk sebesar 7,3 triliun atau 60 persen dari total dunia.
Indonesia menduduki peringkat ke 4 setelag Cina, India dan Amerika Serikat. Dalam situasi demikian produksi pangan harus mengalami pertumbuhan atau capaian minimal sebesar 70 persen, artinya tuntutan dan kebutuhan pangan sangat besar sementara pada saat yang bersamaan sektor pertanian dihadapkan pada lahan subur (arable land) yang terbatas, peningkatan kebutuhan terhadap air bersih (aktivitas pertanian menghabiskan 70 persen supply air dunia), terjadinya perubahan iklim, terbatasnya pasokan energi, dan pengelolaan sumberdaya manusia (SDM) dan pemerataan kesejahteraan.