REPUBLIKA.CO.ID, BATAM– Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Prasetyo Sunaryo, mengatakan guna menjaga kedaulatan wilayah, perlu diwujudkan sistem pertahanan integratif di wilayah provinsi Kepulauan Riau. Termasuk di dalamnya wilayah perairan di Kabupatan Natuna, yaitu berupa pertahanan militer (hard power) yang simultan dengan pertahanan nirmiliter (soft power).
Prasetyo mengusulkan perlunya penggunaan sistem teknologi pertahanan terintegrasi. Baik yang berdimensi laut kapal-kapal perang/pengintai TNI AL dan sistim pengintaian pertahanan laut melalui udara seperti teknologi drone (pesawat nir awak). “Terutama di wilayah yang dianggap terjadi tumpang tindih antara versi ZEE UNCLOS vs Claim China/9 dash line,” katanya di acara focus group discussion (FGF) di Graha Pena Batam, Kepri, dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (6/10)
Sedangkan sistem pertahanan nir militer, ungkap Prasetyo, antara lain dengan mendayagunakan potensi nelayan Natuna dengan meningkatkan kapasitas perikanan tangkapnya. Baik dari aspek ketersediaan teknologi yang memadai (teknik penangkapan, storage system dan delivery) dan kemampuan SDM perikanannya.
“Maupun kemudahan pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayah perairan Natuna dan sekitarnya.”
Prasetyo menerangkan, bila perbandingan kapasitas perikanan tangkap berkelanjutan (sustainable fishing) masih diatas kapasitas tangkap nelayan Kabupaten Natuna dan Propinsi Kepri, dapat didatangkan nelayan dari daerah-daerah yang sudah over fishing, dengan pengaturan khusus.
Di samping kegiatan perikanan, imbuh Prasetyo, perlu dilaksanakan penelitian potensi Laut Natuna sebagai salah satu pusat kajian maritim dari aspek sumberdaya alam non perikanannya. Kendati demikian, ia mengingatkan kegiatan tersebut harus mendapatkan pengawalan yang memadai dari coast guard Indonesia yang dalam hal ini adalah Bakamla (Badan Keamanan Laut) bersama TNI AL. Ia berkeyakinan sistem pertahanan nirmiliter ini bisa mempersempit ruang pelanggaran nelayan asing.
Ketua Komite III DPD RI Hardi Selamat Hood mengakui kurangnya teknologi kemaritiman di wilayah ini. Tidak dimungkiri, nelayan-nelayan Kepri kalah bersaing dengan nelayan wilayah lain.
Hal tersebut, menurut Hardi, berpengaruh pada ekonomi nelayan. Dulu, pelaut Kepri ini cukup baik ekonominya, karena mereka mengalami pasar bebas di wilayah Kepri. Uang dolar pun mudah didapat. “Tapi sekarang sulit,” katanya.
Ia mendorong kebijakan-kebijakan yang mendukung peningkatan teknologi maritim dan perlindungan nelayan, peningkatan kesejahteraan nelayan, hingga pertahanan kedaulatan NKRI.
Ketua DPW Lembaga Dakwah Islamiyyah Indonesia (LDII) Kepri Riau, Heryadi mengatakan FGD menghasilkan rekomendasi peningkatan teknologi, sarana prasarana dan SDM kemaritiman di wilayah Kepri. Begitu juga peningkatan teknologi pertahanan. Di bidang ekonomi, diperlukan pasar pelelangan ikan yang banyak, supaya bisa menampung hasil tangkapan nelayan. Dalam hal pendidikan, diusulkan agar Provinsi Kepri menjadi pusat pendidikan kemaritiman.