REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Tenaga ahli Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, M Ruhimat mengungkapkan sampah, limbah dan sedimentasi di sungai Citarum masih menjadi permasalahan yang belum tuntas sampai saat ini diselesaikan.
"Jangka waktu 10 tahun, endapan lumpur ditambah sampah di Sungai Citarum yang berhasil dikeruk mencapai 3,5 juta meter kubik dengan rata-rata ketinggian mencapai 3 meter dari dasar sungai," ujarnya kepada wartawan di Gedung Kantor Bupati Kabupaten Bandung, Selasa (4/10).
Menurutnya, endapan di sungai Citarum semakin menebal disebabkan salah satunya karena lumpur dari anak-anak sungai Citarum yang terbawa serta ditambah sampah. Pengerukan endapan di Sungai Citarum dilakukan periode 1990 serta 2011.
Ia menuturkan, pengerukan rutin juga dilakukan tiap tahun. Endapan yang dikeruk dari dasar sungai setebal 40 cm. Bahkan akibat endapan semakin meninggi menyebabkan permukaan tanah pemukiman di pinggir Sungai Citarum rendah seperti Kampung Cieunteung, Cigosol, Babakan Leuwi Bandung, dan Bolero.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung mengungkapkan dari 31 kecamatan yang ada sebanyak 16 kecamatan rawan banjir dan 8 kecamatan merupakan daerah yang menjadi langganan banjir.
Kepala Seksi Pencegahan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung, Yos Suroso mengatakan 8 kecamatan tersebut yaitu Baleendah, Dayeuhkolot, Bojongsoang, Banjaran, Rancaekek, Majalaya dan Pameungpeuk atau Solokan Jeruk.
"Delapan kecamatan menjadi wilayah yang rutin terkena banjir dari luapan sungai Citarum," ujarnya.
Menurutnya, kedelapan kecamatan tersebut yang rutin terkena banjir berada pada ketinggian air menengah dan tinggi. Pihaknya terus meningkatkan kapasitas masyarakat terutama komunitas lingkungan yang ada untuk pengurangan resiko bencana.
Dirinya menuturkan, upaya pengerukan terus dilakukan termasuk gerakan tidak membuang sampah ke sungai dan rehabilitasi kawasan tangkapan air di hulu sungai Citarum.