Ahad 02 Oct 2016 21:04 WIB

Pendeta GPKP: Hubungan dengan Masyarakat Sekitar Baik-Baik Saja

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Agus Yulianto
Pdt Penrad Siagiaan
Foto: dok. Istimewa
Pdt Penrad Siagiaan

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Pendeta Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Penrad Siagian mengatakan, hubungan para jemaat dengan masyarakat sekitar yang notabene berbeda agama baik-baik saja. Sejak aktif menyelenggarakan ibadah pada 24 September 1995, nyaris tidak ada konflik antara mereka.

"Ketika masyarakat sekitar punya acara di hari besar, kami diminta terlibat. Tidak ada catatan (konflik)," ujarnya kepada Republika.co.id, Ahad (2/10).

Namun, kata dia, ketegangan terjadi ketika jemaat hendak mengurus izin mendirikan bangunan (IMB) rumah ibadah. Ada segelintir kelompok yang tidak setuju diduga melakukan intimidasi.

Kata dia, pendirian rumah ibadah harus beracu pada Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama (PBM) No. 8 dan 9 tahun 2006 tentang Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Pendirian Rumah Ibadah. Di dalam peraturan bersama tersebut, dijelaskan untuk pendirian rumah ibadah didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.

Pendirian rumah ibadah ini, kata Penrad, dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan. Pendirian rumah ibadah wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.

Demikian juga harus memenuhi persyaratan khusus, meliputi, adanya dukungan dari masyarakat setempat minimal sebanyak 60 orang yang kemudian disahkan oleh pihak kelurahan atau kantor desa, data nama, dan KTP pengguna rumah ibadah yang akan dibangun dengan minimal 90 orang, kemudian mendapatkan rekomendasi dari kantor Kemenag dan (FKUB) setempat.

Penrad menyebut, dalam PBM nomor 8 dan 9 disebutkan bahwa bangunan yang telah dijadikan rumah ibadah sebelum 2006, maka pemerintah wajib mengeluarkan IMB. "Ini yang tidak kami dapatkan. Karena tidak ada izin, masyarakat menuntut dan menolak karena disebut ilegal. Akibat hal ini, masyarakat memprotes keberadaan gereja," ujar dia.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement