REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mencabut keputusan kantong plastik berbayar per 1 Oktober. Keputusan ini ditanggapi beragam terutama terkait komitmen pemerintah untuk mengurangi limbah plastik.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Tuti Hendrawati Mintarsih menjelaskan, belum adanya Peraturan Menteri membuat aturan plastik berbayar tidak kuat, sehingga Aprindo memilih untuk menghentikan uji coba tersebut.
Ia mengatakan, masyarakat yang tidak memahami mekanisme plastik berbayar mengadukan laporan hukum kepada pihak terkait dengan alasan kantong plastik merupakan hak konsumen. Sebenarnya, kata dia, kantong plastik tersebut memang sejak dulu memiliki harga produksi dan dibebankan kepada konsumen. "Tapi sekarang si plastik itu berdiri sendiri jadi komoditas," ujar dia kepada Republika, Ahad (2/10).
Dengan begitu konsumen memiliki pilihan untuk membeli atau tidak kantong plastik. Penentuan harga Rp 200 dinilai ekonomis untuk kantong plastik yang digunakan, sebab kebanyakan kantong plastik tersebut lebih mudah terurai. "Harganya beda dengan yang konvensional," katanya.
Keputusan Aprindo untuk menghentikan kantong plastik berbayar pun diakuinya hanya sementara, menunggu dikeluarkannya Permen oleh KLHK. Draft Permen tersebut diakui Tuti telah ada dan sedang melalui tahap sosialisasi. "Rancangannya sudah ada, tapi kami perlu sosialisasikan, yang sudah ke Pemda yang belum ke lintas sektor, aktivis, LSM," lanjut dia.
Sosialisai rancangan aturan tersebut perlu dilakukan dengan melibatkan semua mitra dengan harapan tidak kembali terjadi salah paham. KLHK juga melakukan survei daring yang dimulai belum lama ini. Survei tersebut juga akan dilakukan secara langsung dengan mendatangi perital, konsumen dan pemerintah daerah. "Nanti kita lihat dari survei seperti apa masukannya," ujar dia.
Survei daring yang Republika lihat melalui link https://goo.gl/forms/DwW4AUDar6Of6CYg2 mempertanyakan berapa harga kantong plastik yang membuat konsumen atau masyarakat tidak akan beli. melisa riska putri