Kamis 29 Sep 2016 17:06 WIB

Perjuangan Buruh Wanita di Bawah Sengatan Matahari

Rep: Muhyiddin/ Red: Ilham
Demo Buruh. Kemacetan panjang kendaraan di Jalan Sudirman imbas massa buruh berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (10/12)
Foto: Republika/ Wihdan
Demo Buruh. Kemacetan panjang kendaraan di Jalan Sudirman imbas massa buruh berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (10/12)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar 4.000 buruh turun ke jalan hari ini, Kamis (29/9). Mereka menuntut agar pemerintah menaikkan gaji mereka secara nasional sebesar Rp 650 ribu dan menuntut pemerintah untuk mencabut UU Tax Amnesty yang dinilai merugikan buruh dan menguntungkan pemodal.

Di tengah-tengah ribuan massa tersebut, ada ratusan wanita yang ikut berjuang. Sengatan matahari tak menyurutkan mereka untuk memperjuangkan aspirasinya. Mereka tampak tak kalah semangatnya dengan buruh pria yang melakukan aksi long march dari Balai Kota, Mahkamah Konstitusi (MK), dan ke Istana Negara.

Salah satu buruh wanita, Siti Saano (44 tahun), tampak semangat mengikuti aksi damai tersebut. Ia mengaku mengikuti aksi unjuk rasa itu untuk memperjuangkan gajinya di tahun 2017 agar meningkat. Menurut dia, selama mengikuti beberapa aksi demonstrasi, ia selalu merasakan perubahan. Gajinya yang semula hanya Rp 2,7 juta, saat ini telah mengalami kenaikan menjadi Rp 3,1 juta. Namun, kata dia, jumlah tersebut belum mencukupi untuk mensejahterakan buruh.

"Ya namanya perjuangan, kita gak kenal waktu, gak kenal panas. Ini kan untuk kita juga. Untuk kesejahteraan kita," kata wanita beranak tiga tersebut.

Meski tetap semangat mengikuti aksi unjuk rasa, namun Siti tak bisa memungkiri bahwa dirinya kerap merasa khawatir akan adanya kericuhan. Namun, ia menganggap semua itu sebagai resiko yang harus ditanggung. "Khawatir sih ada, tapi di setiap perjuangan pasti ada risikonya. Jadi bismillah saja," ucap dia.

Sementara itu, Dewi Maryani (36) juga tidak segan untuk mengikuti aksi long march dibawah sengatan terik matahari dari pukul 09.00 WIB. Kata dia, ada sekitar 160 perempuan yang datang dari tempat asalnya di Kabupaten Serang, Provinsi Banten.

"Kita menuntut untuk pencabutan PP 78 tahun 2015. Ini salah satu bentuk perjuangan agar rakyat sejahtera," ujar wanita yang bekerja di salah satu perusahaan sepatu tersebut saat berbincang dengan Republika.co.id di tengah massa aksi.

Dewi mengatakan, saat ini gajinya masih Rp 3.010.500 dan itu tidak cukup untuk menghidupi kedua anaknya. Tidak hanya itu, kata dia, dirinya juga ingin memperjuangkan kebijakan tax amnesty yang dinilai merugikan buruh.

"Kita buruh disuruh bayar pajak, sementara pengusaha dikasih discount. Rata-rata buruh bayar pajak," kata Dewi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement