REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sebanyak 1.100 orang menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional ke-56 pada Senin (26/9). Massa tersebut merupakan gabungan dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Front Mahasiswa Nasiona (FMN), KABARBUMI, SPJ, SBMI, INDIES, dan MINERAL .
Gabungan tersebut dinamakan aliansi multisektoral Front Perjuangan Rakyat (FPR). Mereka berasal dari Jawa Tengah, Banten, Bogor, Tangerang, dan DKI Jakarta.
“Perwakilan dari Blora ini yang berkonflik dengan Perhutani. Mereka tidak bisa bertani di sana, diintimidasi, diteror, bahkan ada yang dipenjara. Dulu juga banyak yang mati di bunuh. Ada juga perwakilan dari Wonosobo, ini sama bentrok dengan Perhutani. Kemudian perwakilan dari Banten, ini dari Pulau Sangian dengan Taman Nasional juga dengan Perhutani,” ujar Sekretaris Jenderal Aliansi Gerakan Reforma Agraria, Ali di Balai Kota pada Senin (26/9).
“Ada dari Bandung ini dengan konflik dengan Perhutani tapi ada juga dengan perusahaan daerah Kabupaten Bandung. Sebagian dari Rumpin yang berkonflik dengan TNI AU Atang Sanjaya. Karena desanya 1000 hektarnya diklaim (menjadi milik TNI AU),” katanya lagi.
Massa ini memiliki titik kumpul di Masjid Istiqlal kemudian berjalan ke Balai Kota, Kemenetrian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan RI) dan ditutup berunjuk rasa di Istana Presiden RI.
“Tadi dari Masjid Istiqlal baru ke sini (Balai Kota) untuk menyampaikan soal penolakan reklamasi di Jakarta juga penggusuran. Kemudian Kemenhan (dan) terakhir ditutup di istana,” ujarnya.
Selain itu, Ali mengatakan para warga luar DKI Jakarta yang berunjuk rasa ini merogoh kocek transportasi sendiri untuk mengikuti unjuk rasa ini. “Mereka swadaya, jadi semua tidak bisa dimobilisasi, hanya perwakilan. Hanya satu bus dari Blora, satu bus dari Wonosobo. Nah sebagian yang banyak dari Bandung, dan Bogor. Dari Banten itu ada dua bus. Karena berat memang lagi paceklik semua,” katanya.