REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro meminta lembaga survei memberikan informasi yang benar kepada publik mengenai tingkat elektabiltas calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, dan juga daerah lainnya.
"Lembaga survei harus sejalan dengan proses demokrasi, tidak lagi melakukan kebohongan publik," ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat (23/9).
Lembaga survei, kata dia, tidak boleh membela pihak yang membayar. "Kalau begitu (membela yang bayar), ya jangan dipublikasi ke publik. Itu menyesatkan," ujarnya.
Siti mengatakan semua institusi yang terkait dengan pelaksaan pemilihan gubernur (pilgub) sebaiknya tidak boleh menjadi partisan pasangan tertentu. Baik itu penyelenggara dan pengawas pemilu maupun penegak hukum. Masyarakat pun harus cerdas dan menjadi pemilih yang menggunakan nalarnya.
Di antara pilkada 2017, pilgub DKI Jakarta paling mendapat sorotan lantaran posisinya sebagai Ibu Kota negara. Siti berpendapat sosok "kelas beratlah" yang harus berlaga di pilgub DKI.
"Siapapun calonnya, dia harus memiliki kualifikasi di level Ibu Kota, mengingat masyarakat saat ini sudah cerdas dan banyak menuntut. Tidak mudah memimpin DKI Jakarta, daerah yang berhubungan langsung dengan pemerintah pusat.," ungkap Siti
Ada dua pasangan yang akan menjadi pesaing pejawat Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat (Ahoh-Djarot), yakni Agus Harimurti Yudhoyona dan Sylviana Murni (Agus-Sylvi) serta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno (Anies-Sandi).
Menurut Siti, para pesaing Ahok tidak bisa diremehkan. Ada sekitar 36 persen penduduk Jawa dan 26 persen Betawi di DKI Jakarta.
Dari sisi tersebut, pasangan Agus-Sylviana cukup diuntungkan mengingat Agus berdarah Jawa dan Sylvi asli Betawi. "Memang, yang namanya demokrasi, fungsi representasinya harus bunyi, baik itu soal suku, agama, kemampuan, kepemimpinan, karakter, dan masyarakat pemilih," ujarnya.