Kamis 22 Sep 2016 13:17 WIB

Optimalisasi Peran Baznas Kabupaten/Kota untuk Kemandirian Fiskal Daerah

Red: M.Iqbal
 Mochamad Farisi, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jambi
Foto: Dokpri
Mochamad Farisi, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jambi

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh: Mochamad Farisi, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jambi

Sumber keuangan yang digunakan untuk pembangunan di daerah kabupaten/kota ada dua. Pertama pendapatan asli daerah (PAD) yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah. Kedua, dana transfer dari pemerintah pusat yang terdiri atas dana perimbangan dan dana transfer daerah lainnya.

Dana perimbangan terdiri atas Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Kusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Sedangkan dana transfer daerah lainnya seperti dana tunjangan profesi guru PNSD, dana Bantuan Operasional Siswa (BOS), Dana Insentif Daerah, dan Alokasi Dana Desa (ADD). Fakta mengatakan bahwa struktur anggaran pembangunan mayoritas kabupaten/kota di Indonesia belum mandiri alias masih sangat bergantung pada dana pusat.

Kontribusi PAD  dalam struktur anggaran daerah sangat kecil. Sehingga di tengah keterbatasan fiskal pemerintah daerah tersebut, transfer pusat menjadi sumber pembiayaan utama bagi terselenggaranya urusan-urusan pemerintah daerah.

Bak tersambar petir disiang bolong pemerintah daerah dikejutkan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2016 mengenai Rasionalisasi DAK dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penundaan DAU Bagi Pemerintah Daerah. Dampaknya pemda kelabakan dan segera merasionaliasi APBD dengan melakukan pemangkasan terhadap program yang tidak mendesak, menghapus program yang sama sekali belum berjalan, dan hanya mengerjakan kegiatan skala prioritas.

Menanggapi permasalahan tersebut, pada 02/09/2016 yang lalu penulis telah membuat opini mengenai “Optimaliasi Pengelolaan PAD sebagai Solusi atas Pemangkasan DAK dan Penundaan DAU”, yaitu pemda harus segera melakukan beberapa langkah cepat seperti;

Pertama, memperbaiki basis data potensi PAD untuk meningkatkan validitas dan realibitas data, sehingga besaran PAD bisa dihitung secara lebih akurat dan subyek pajak potensial bisa termonitor. Langkah kedua, ekstensifikasi sumber-sumber PAD yang rasional dengan tetap mengacu pada UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta mencegah Kebocoran pajak dari praktek korupsi maupun kelemahan sistem.

Ketiga pembenahan birokras. Fokus pembenahan diarahkan pada sisi implementasi prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik serta soliditas internal organisasi antara kepala daerah dengan jajaran perangkat daerah. Keempat, optimalisasi pemanfaatan aset daerah, yang merupakan sumber potensial untuk menggenjot PAD.

Peran Bazda

Selain keempat langkah di atas, ada satu langkah lagi yang bisa menjadi solusi jangka menengah sekaligus jangka panjang dalam hal mengurangi ketergantungan dana transfer dari pusat, yaitu dengan mengoptimalisasikan peran Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) kabupaten/kota. Baznas kab/kota adalah suatu lembaga yang mengelola (merencanakan, melaksanakan, pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan) zakat di tingkat daerah.

Salah satu sumber keuangan daerah yang belum terkelola dengan baik dan benar adalah zakat. Padahal kita mengetahui bahwa zakat hukumnya wajib bagi umat Islam yang mampu.

Dengan banyaknya penduduk yang beragama Islam, maka hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam upaya pengentasan kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial.

Pengelolaan zakat sudah diatur dengan baik melalui UU No 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP No 14/2014 tentang pengelolaan Zakat serta Instruksi Presiden RI No3/2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat di Kementerian/Lembaga, Sekretariat Jenderal Lembaga Negara, Sekretariat Jenderal Komisi Negara, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan  Badan Usaha Milik Daerah.

Dasar hukum sudah sangat kuat, tinggal bagaimana pemda dapat mengoptimalkan peran BAZNAS dalam mengelola zakat secara profesional dan bertanggungjawab. Khusus di Jambil, penduduk kabupaten/kota se-provinsi ini mayoritas beragama Islam.

Jika dikelola dengan baik penulis yakin potensi zakat akan melebihi PAD. Zakat juga bisa digunakan untuk membiayai program-program APBD, seperti beasiswa, santunan bagi warga miskin, bantuan permodalan usaha kecil dll yang tentunya bisa mensejahterakan masyarakat.

Potensi dana umat Islam yang terkumpul dari zakat merupakan solusi alternatif jangka menengah dan jangka panjang bagi kemandirian fiskal daerah. Dan juga mengurangi ketergantungan dana tranfer dari pusat yang dapat digunakan untuk pemberdayaan ekonomi umat yang tidak dapat teratasi hanya dengan dana APBD yang berasal dari penerimaa pajak dan retribusi daerah.

Zakat yang dikelola dengan sistem dan manajemen yang amanah, profesional, terintegrasi dan akuntabel dapat menjadi pemicu gerak ekonomi masyarakat. Pada 2015, lalu penulis ikut terlibat dalam penyusunan Perda Pengelolaan Zakat.

Berdasarkan studi banding yang dilakukan di beberapa daerah seperti Kota Bandung dan Kota Bukittinggi ternyata hasil pengumpulan Zakat yang dikelola oleh Baznas sangat tinggi dan sangat membantu pemerintah daerah dalam menjalankan program-program pembangunan.

Zakat diberikan kepada delapan (8) ashnaf dan menurut penulis penyalurannya ada dua bentuk, yaitu pendayagunaan produktif dan pendayagunaan konsumtif. Seperti misalnya digunakan sebagai jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin, pelayanan pendidikan gratis atau beasiswa bagi pelajar miskin, bantuan korban bencana alam, kebakaran, banjir, dll.

Inti kesuksesan Baznas adalah manajemen kelembagaan yang baik didukung pengurus dan pengelola zakat haruslah orang-orang yang benar-benar berintegritas, bermoral, dan paham tetang agama Islam. Laporan pengumpulan dan penyaluran zakat harus diaudit oleh akuntan publik dan dilaporkan ke Baznas diatasnya, bupati, DPRD dan diumumkan di media masa.  

Untuk itu penulis mengimbau pemda untuk segera mengoptimalkan Baznas dan peran Unit Pengumpul Zakat (UPZ) pada instansi pemda, BUMD, perusahaan swasta serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan/desa dan tempat lainnya. Masyarakat juga dapat berperan aktif membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat dengan membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ) didaerah masing-masing.

Pemda tidak perlu berpikir lagi dua kali. Potensi sumber keuangan daerah sudah ada di depan mata dan tinggal mengelolanya dengan baik. Penulis yakin zakat yang merupakan kewajiban umat Islam bila dikelola dengan baik merupakan sumber dana potensial bagi kemandirian fiskal daerah demi upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement