Senin 19 Sep 2016 20:00 WIB

Ichsanuddin Noorsy Ajak Mahasiswa Baru BSI Tanamkan Kejujuran

Ichsanuddin Noorsy mengisi Seminar Motivasi yang diadakan oleh BSI.
Foto: Dok BSI
Ichsanuddin Noorsy mengisi Seminar Motivasi yang diadakan oleh BSI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy mengajak mahasiswa baru Bina Sarana Informatika (BSI)  menanamkan kejujuran. Hal itu disampaikannya saat menjadi pembicara Seminar Motivasi (Semot) mahasiswa baru BSI tahun 2016, di BSI Convention Center, jalan Kaliabang Tengah, Bekasi Utara, Ahad (18/9/2016).

Noorsy mengungkapkan bahwa saat ini dunia internasional telah dikuasai oleh kebijakan teknologi. Teknologi saat ini telah berdampak pada tatanan sosial, namun dalam waktu yang sama teknologi juga menciptakan lingkungan sosial baru. “Karena sifatnya yang netral, teknologi dapat berdampak negatif maupun positif, tergantung dari siapa yang mengendalikannya,”  kata Noorsy.

Noorsy menambahkan, jika teknologi merusak tatanan sosial maka akan berpengaruh pada sifat keteladanan. “Keteladanan ini merupakan salah satu budi pekerti selain dari kejujuran,” ujarnya.

Noorsy mengajak mahasiswa baru BSI untuk senantiasa menanamkan kejujuran, karena kejujuran merupakan dasar dari budi pekerti. “Sebagai mahasiswa, kejujuran dapat diawali dengan jangan pernah mencontek,”  kata Noorsy.

Menurut Noorsy, kejujuran dapat ditumbuhkembangkan di perguruan tinggi, apabila sistem dan pelaku dapat bersinergi berjalan beriringan. Pelaku disini adalah mahasiswa dan dosen. Keduanya dapat berkedudukan menjadi objek maupun subjek.

Dan yang menentukan kapan dosen menjadi subyek dan mahasiswa menjadi obyek, atau sebaliknya adalah teknologi. “Jika mahasiswa jujur maka perlu diberikan penghargaan, jika tidak jujur diberikan punishment,” tutur  Noorsy .

Noorsy mengaku menaruh harapan besar kepada BSI.  “Dari kejujuran, saya optimis BSI mampu melahirkan generasi yang tangguh dan ikhlas dengan dilandasi tiga kecerdasan, di antaranya kecerdasan intelektual (intelegential quotient), kecerdasan emosi (emotional quotient) dan kecerdasan spiritual (spiritual quotient),”  harap Noorsy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement