Jumat 16 Sep 2016 16:18 WIB

Indonesia Berhasil Penuhi Audit Ketat Produk Kayu ke Uni Eropa

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Dwi Murdaningsih
Proyeksi Ekspor Kayu dan Produk Kayu: Pekerja mengangkut kayu di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Kamis (12/2).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Proyeksi Ekspor Kayu dan Produk Kayu: Pekerja mengangkut kayu di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Kamis (12/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dan Uni Eropa (UE) sepakat memulai skema Lisensi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) atau Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan untuk produk kayu Indonesia.

Indonesia dan UE pada Kamis (15/9)  sepakat bahwa mulai 15 November 2016, Indonesia menerbitkan FLEGT License atas produk-produk kayu legal yang sudah diverifikasi dan diekspor ke UE. Artinya, Indonesia berhasil memenuhi tolok ukur sertifikasi yang ketat yang berlaku di UE untuk produk kayu.

Keputusan ini dicapai dalam sidang Komite Implementasi Gabungan (Joint Implemenation Committee  JIC) kelima, yang mengawasi pelaksanaan Kesepakatan Kemitraan Sukarela Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan (FLEGT VPA) Indonesia-UE.

Indonesia dan UE menandatangani VPA di Brussels pada 30 September 2013 lalu. Setelah melewati proses negosiasi  tentang isi kesepakatan tersebut, Indonesia telah mengembangkan suatu sistem verifikasi untuk memastikan  semua produk kayu yang dipanen, diimpor, diangkut, diperdagangkan, diproses dan diekspor patuh pada hukum yang berlaku terkait dengan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.

Ketika sebuah negara VPA mulai menerbitkan Lisensi FLEGT, negara-negara anggota UE tidak lagi akan mengizinkan produk-produk yang terdaftar di dalam VPA untuk masuk ke UE kecuali disertai dengan Lisensi FLEGT. Indonesia merupakan negara VPA pertama yang menetapkan tanggal bagi penerbitan Lisensi FLEGT dengan UE.

Direktur Jendral Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang juga menjabat sebagai Ko-Ketua Komite Putera Parthama mengatakan, dengan memperhatikan legalitas, Indonesia telah meletakkan dasar-dasar bagi pengelolaan kehutanan yang lestari serta bertindak untuk menanggapi perubahan iklim.

"Kita berhasil memenuhi tolok ukur sertifikasi yang ketat yang berlaku di UE," katanya kepada wartawan, Kamis (15/9).

Selain memperbaiki tata kelola dan meningkatkan pendapatan negara, Lisensi FLEGT  bermanfaat bagi pelaku usaha perkayuan. Produk yang berlisensi FLEGT  dengan sendirinya memenuhi persyaratan Peraturan Perkayuan UE (EUTR) yang melarang pelaku pasar di UE untuk menempatkan kayu ilegal serta produk kayu hasil pembalakan ilegal di pasaran UE. Dengan demikian, pelaku pasar UE dapat menempatkan kayu berlisensi FLEGT  di pasar UE tanpa perlu melewati proses uji tuntas.

Komite  juga sepakat untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan bersama sampai akhir 2017. UE dan Indonesia akan mengawasi perbaikan terus-menerus sistem verifikasi legalitas kayu Indonesia serta implementasi VPA di ranah yang lebih luas.

Menurut Duta Besar UE untuk Indonesia Vincent Guerend, keputusan untuk memulai Lisensi FLEGT Indonesia  merupakan tonggak keberhasilan dalam kemitraan yang mengaitkan bisnis UE serta konsumen dengan pengusaha legal di Indonesia.

Dengan menjamin legalitas, Lisensi-FLEGT tidak hanya membuat bisnis menjadi lebih efisien bagi pengusaha, baik di Indonesia maupun di UE, namun juga memperkuat tata kelola dan menjamin perlakuan  yang adil bagi semua pemangku kepentingan kehutanan. Ini adalah wujud peningkatan transparansi, dan akuntabilitias, serta partisipasi para pihak dalam pengambilan keputusan terkait kehutanan.

"Hari ini, seluruh ekspor kayu Indonesia datang dari pabrik dan hutan yang telah melewati sistem auditing independen," ujar dia.

Seperti diketahui, FLEGT adalah inisiatif UE untuk memerangi pembalakan liar. Rencana Aksi tersebut bertujuan mengurangi pembalakan ilegal lewat penguatan kelestarian dan legalitas pengelolaan kehutanan, perbaikan tata kelola kehutanan dan dukungan terhadap perdagangan kayu yang diproduksi secara legal. FLEGT ikut andil dalam mengurangi perubahan iklim, konservasi keanekaragaman hayati, perlindungan hak dan peningkatan transparansi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement