Kamis 15 Sep 2016 15:24 WIB

LPA Indonesia Dorong Polri Bongkar Sindikat Prostitusi Gay

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Angga Indrawan
Seto Mulyadi
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Seto Mulyadi

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia mengapresiasi dan menyemangati Polri untuk terus membongkar sindikat prostitusi anak-anak bagi kaum gay. Kasus ini bisa dipandang sebagai kasus prostitusi di kalangan homoseksual yang berimpit dengan kasus pedofilia, kasus perdagangan orang, dan kejahatan siber. 

Prostitusi anak merupakan bentuk kejahatan seksual terhadap anak. LPA Indonesia pun sudah merisaukan itu sejak tahun-tahun belakangan ini. Kasus prostitusi anak yang berlangsung di kalangan homoseksual, LPA Indonesia menemukan relevansinya dengan pernyataan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin tentang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di forum rapat dengan Komisi VIII DPR RI. Kala itu, Menag mengatakan bahwa LGBT mengancam generasi penerus bangsa.

Berbagai studi menemukan bahwa tidak sedikit korban anak-anak yang kemudian tumbuh dewasa menjadi 'predator' seksual. Untuk itu, LPA Indonesia merekomendasikan pentingnya pengadaan dua basis data (//database//). Pertama, basis data terbuka. Berisikan foto dan identitas pelaku, basis data ini dapat diakses selama 24 jam oleh siapa pun. "Tujuan basis data terbuka ini adalah menumbuhkan ketangguhan masyarakat berupa kemampuan mengenal dan ikut memantau gerak-gerik si predator di lingkungan sekitar mereka," ujar Ketua LPA Indonesia Seto Mulyadi dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (15/9).

Basis data terbuka tersebut dapat dikombinasikan dengan pemasangan chip atau alat pelacak yang ditanam di tubuh pelaku. Dalam kaitan inilah, LPA Indonesia meminta Polri untuk selekasnya mengumumkan foto dan identitas para tersangka pelaku. Diharapkan, akan lebih banyak masyarakat yang melaporkan sepak terjang jahat para tersangka tersebut sehingga korban kanak-kanak lainnya juga dapat segera tertolong.

Basis data kedua bersifat tertutup, berisikan identitas korban kanak-kanak. Basis data tersebut hanya bisa diakses oleh pihak-pihak tertentu yang benar-benar menjalankan peran menolong atau membantu korban. Polisi dan rumah sakit, misalnya. Dengan basis data tertutup tersebut, anak-anak yang telah menjadi korban dapat terus terpantau sehingga terealisasi program rehabilitasi jangka panjang terhadap mereka. 

Seto mengatakan dengan basis data tertutup itu, secara khusus LPA Indonesia mengharapkan adanya pemantauan terhadap kemungkinan terbentuknya perilaku serba nge-seks (sexualization of behavior atau SoB) sebagai akibat terpapar pada seks sejak usia sangat belia. "Obsesi bahkan mencandu seks, dalam berbagai bentuknya, merupakan penanda SoB tersebut. Mulai dari menonton tayangan porno, masturbasi, hingga melakukan kontak seks antaranak," jelasnya. 

SoB merupakan kemungkinan penjelasan mengenai adanya anak-anak yang menikmati dan secara 'sukarela' menyodorkan tubuhnya ke jaringan prostitusi sesama jenis di Puncak, Bogor.  

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement