REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013, Mahfud MD, mengemukakan rakyat di Indonesia berdaulat hanya selama lima menit, yaitu ketika mencoblos pada pemilihan umum sekali dalam lima tahun.
"Ini terjadi akibat pergeseran demokrasi di Tanah Air ke arah oligarki karena pemerintahan cenderung dari rakyat untuk elit," kata dia di Padang, Rabu (14/9).
Ia menyampaikan hal itu pada dialog kejayaan bangsa dengan tema "Membangun Kemandirian Politik Menuju Indonesia Bermartabat" dalam rangkaian temu alumni dan Kongres V Ikatan Keluarga Alumni Universitas Andalas (Unand). Jadi, kata dia, namanya saja demokrasi, namun praktiknya adalah oligarki, yaitu kepemimpinan oleh sekelompok orang yang saling berebut dan sama-sama memainkan peran.
Sementara, banyak didengar dalam kehidupan politik bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan bersumber dari rakyat, tapi dalam praktiknya lebih dominan elit. Ia melihat hari ini tidak ada partai politik yang benar-benar berasal dari bawah, mulai dari pemimpin, program, dan lainnya.
"Buktinya untuk menjadi ketua partai politik harus membeli atau dimodali oleh cukong jauh berbeda dengan kondisi 1955," ujarnya.
Dengan fenomena tersebut, menurut dia, menyebabkan pihak lain mudah mengintervensi Indonesia, misalnya dalam pembuatan aturan perda dan lainnya. Ia melihat salah satu solusi agar rakyat kembali berdaulat adalah menata hukum dengan baik dan menata ulang sistem politik agar menjadi lebih demokratis.
"Hukum harus bersumber dan kembali ke Pancasila dan konstitusi secara tegas menugaskan untuk membangun kesejahteraan rakyat," katanya.
Semenatar itu, Wakil Ketua DPR, Fadli Zon mengusulkan agar dana bantuan partai politik yang diberikan pemerintah dinaikan dari Rp 108 per suara menjadi Rp 5.000 per suara untuk membangun kemandirian partai. Kalau bantuan yang diberikan Rp 5.000 per suara, maka partai politik akan mempunyai dana yang cukup dan masuk akal.
Ia mengatakan, selama ini partai politik tidak boleh berusaha sementara harus membiayai semua kegiatan hingga menggaji pegawai dan ini terjadi pada semua partai. Hal inilah yang membuat partai politik dapat dipengaruhi oleh cukong bermodal besar. Akibatnya, parpol sebagai wahana untuk memperjuangkan kepentingan publik menjadi pupus.
Ia melihat untuk menciptakan politik yang mandiri perlu hadir partai politik yang juga mandiri secara finansial, karena keterbatasan finansial menjadi salah satu penyebab kegagalan partai politik. "Karena itu, mari bersikap rasional kalau ingin partai politik tidak melakukan hal yang menyimpang perlu anggaran yang cukup guna menjalankan kegiatan," katanya.