REPUBLIKA.CO.ID, KARANGANYAR -– Produktivitas panen bawang di Tawangmangu bakal menyusut tajam tahun ini. Bejo Supriyanto, petani bawang di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar mengatakan produktivitas menurun baik bawang putih maupun bawang merah. Hal ini menurutnya tak lepas dari musim La Nina atau kemarau basah yang melanda.
“Sekarang musim kemarau basah, saya kira produktivitasnya berkurang karena dampak adanya iklim la nina,” tutur Bejo kepada Republika pada Rabu (14/9) siang.
Untuk bawang putih, di Tawangmangu terdapat empat varietas yakni Lumbu Ijo, Lumbu Kuning, Lumbu Putih dan Tawangmangu Baru. Pada panen raya tahun lalu varietas Tawangmangu baru menghasilkan 15-18 ton cabut basah per hektare. Lebih tinggi dibanding tiga varietas lainnya yang hanya berkisar 10-12 ton cabut basar per hektare. Bejo memprediksi pada panen raya Oktober mendatang produktivitas Tawangmangu baru pun akan anjlok drastis.
“Untuk Tawangmangu baru saja mungkin bisa turun sampai 13-14 ton turun dari tahun lalu, tapi memang varietas tawangmangu baru masih lebih tinggi dibanding varietas lainnya, biaya produksinya sama tapi produktivitasnya lebih tinggi,” tuturnya.
Terlebih untuk bawang merah. La Nina sampai membuat petani tak dapat menyisihkan bibit bawang untuk tahun depan. Jika pada kemarau normal dari 1 kilo bibit bawang ia bisa memanen hingga 10 kilo bawang merah, pada panen terakhir dari 1 kilo bibit hanya mampu menghasilkan panen sekitar 6 kilo saja. Ini berdampak pada harga bibit dan bawang merah. Saat ini harga bawang merah basah Rp 23 ribu per kilo sedang bibit lokal Rp 28-30 ribu per kilo. Padahal berkaca pada tahun lalu kata Bejo idealnya bibit bawang merah itu Rp 20-25 ribu per kilo, sedang harga jual konsumsi bawang merah basah Rp 12-17 ribu per kilo.