REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur eksekutif Walhi, Yaya Nur Hidayati mengatakan, ada upaya pemutihan pelanggaran yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta selaku pemberi izin reklamasi Pulau G. Kecurigaan itu muncul setelah pemerintah memutuskan melanjutkan reklamasi tersebut.
“Dia melanggar Undang-undang. Bukan kemudian pelanggaran hukum oleh pemberi izin yaitu gubernur, malah justru diputihkan,” kata Yaya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (14/9).
Yaya menjelaskan, upaya pemutihan pelanggaran yang dibuat oleh pemberi izin merupakan tindakan yang tidak benar. Hal ini, semestinya tidak terjadi di negara hukum.
Yaya juga menyayangkan penindakan terhadap pelanggar hukum masih tebang pilih. Akan sangat cepat ketika yang melakukan rakyat biasa. Sementara, jika pelanggara dilakukan pejabat atau pengusaha justru terdapat kesan melindungi. Situasi seperti ini, kata Yaya, jelas terlihat pada kasus reklamasi Pulau G Teluk Jakarta.
Yaya melanjutkan, izin proyek rekmasi dikeluarkan tanpa melalui prosdur yang ditetapkan dalam Undang-Undang (UU). Salah satunya izin dikeluarkan tanpa adanya zonasi laut. Padahal, hal tersebut merupakan syarat dalam UU.
“Tidak bisa izin melawa UU, karena yang namanya UU dalam hierarki peraturan perundang-undangan itu urutan kedua setelah Undang-undang dasar,” ujarnya.
Untuk itu, Yaya menegaskan, apapun alasannya UU harus selalu menjadi landasan sebagai sebuah produk hukum. Yaya mempertanyakan sikap pemerintah jika pejabatnya tidak tunduk kepada UU.
Pemerintah dinilai memberikan contoh buruk dengan melanjutkan reklamasi Pulau G Teluk Jakarta. Pemerintah sama sekali tidak memberikan penghormatan terhadap hukum.