Rabu 14 Sep 2016 14:39 WIB

PKS tak Setuju Arcandra Jadi Menteri Lagi

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bilal Ramadhan
Mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar (Republika/Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman menilai Arcandra Tahar tak layak ditunjuk kembali menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Meskipun penunjukan menjadi menteri merupakan hak prerogatif presiden, namun ia mengaku tak setuju jika Arcandra kembali terpilih.

"Saya tidak setuju kalau Archandra jadi menteri ESDM lagi. Bisa saja prerogratif presiden, jadi WNI oke. Tapi jadi pejabat publik tidak layak," kata Sohibul di kantor DPP PKS, Jakarta, Rabu (14/9).

Sohibul menilai Arcandra tak layak menjabat kembali posisi menteri ESDM lantaran pernah memiliki masalah dengan status kewarganegaraannya dan pernah menjadi warga negara asing. Bahkan, ia juga mengatakan proses mendapatkan kembali status WNI pun seharusnya tak mudah.

"Karena seseorang yang sudah punya persoalan dalam masalah identitas apalagi sudah pernah menjadi WN lain dan menurut UU kita sudah lepas dari kita, saya kira proses menjadi WN kita tidak semudah itu," tambah dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengaku masih melakukan pertimbangan mengenai penunjukan kembali Arcandra Tahar untuk menjabat sebagai menteri ESDM. Sedangkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga sempat memberikan sinyal masuknya Arcandra Tahar dalam pemerintahan.

Meskipun begitu, ia menyerahkan kepada Presiden Joko Widodo untuk menjawab berbagai spekulasi yang ada terkait Arcandra. Seperti diketahui, Presiden telah memberhentikan Arcandra dari jabatannya sebagai Menteri ESDM pada 14 Agustus 2016 karena diketahui berkewarganegaraan Amerika Serikat.

Kemudian pada 1 September 2016, Menkumham mengeluarkan surat yang mengukuhkan kembali status kewarganegaraan Indonesia bagi Arcandra.

Pengukuhan kembali status kewarganegaraan Arcandra tersebut mempertimbangkan prinsip non-stateless atau prinsip yang tidak mengakui asas apatride, berpayung hukum Pasal 23 dan 32-35 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan PP Nomor 2 Tahun 2007.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement