REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sebanyak 140 titik api terpantau di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), akibat maraknya pembakaran hutan dan lahan. “Sebanyak 140 titik api tersebut terpantau melalui satelit Modis dengan sensor Terra dan Aqua milik NASA, Senin (12/9)," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Selasa (13/9).
Sutopo menjelaskan, sumber kebakaran berasal dari pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian, seperti di Kabupaten Sekadau, Ketapang, Landak, dan Sanggau. Kemudian, satelit Himawari, pada Senin (12/9) sekitar pukul 16.00 WIB juga mendeteksi sebaran asap tipis di Kabupaten Ketapang, Sekadau, Provinsi Kalbar. Serta sebaran asap di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.
Menurut Sutopo, upaya pemadaman terus dilakukan oleh Tim Satgas Terpadu dari TNI, Polri, BPBD, Manggala Agni, Damkar, dan relawan. “Kami juga mengerahkan dua helikopter water bombing jenis Bolco dan Bell 214, serta satu pesawat Casa TNI-AU untuk hujan buatan," ungkapnya.
Penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terus dilakukan di 10 kabupaten di Provinsi Kalbar. Status siaga darurat juga telah ditetapkan di Kabupaten Kubu Raya, Mempawah, Landak, Bengkayang, Sanggau, Sekadau, Sintang, Melawi, Kapuas Hulu, dan Kayong Utara. Sebanyak 3.500 personil dikerahkan untuk mengatasi karhutla di Kalbar.
Sutopo memerinci, hingga saat ini, sudah sekitar 600,6 hektare hutan dan lahan terbakar selama 2016. Dari jumlah itu sebanyak 509 hektare yang terbakar adalah lahan masyarakat, 1,6 hektare lahan perkebunan, dan 90 hektare kawasan konservasi. Kendala yang dihadapi di lapangan, menurut Sutopo, masih ada masyarakat membuka lahan pertanian untuk menanam padi dengan cara membakar. “Lahan yang sudah dipadamkan seringkali dibakar kembali, titik api baru cenderung muncul pada siang hari karena pembakaran sering pada siang hari.”