REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Pejabat pada Kementerian Agama Provinsi Bengkulu menyebutkan bahwa salah satu makna Hari Raya Idul Adha adalah sebagai langkah mencegah dampak dahsyat 'gempa moral' yang terjadi di masyarakat. Pejabat pengganti sementara Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Bengkulu, Bustasar mengatakan, yang dimaksud dengan 'gempa moral' yakni kejadian negatif dalam bentuk amoral yang semakin lama semakin mengguncang kepribadian masyarakat.
"Yang paling berbahaya bukan gempa bumi, tapi gempa moral, ini darurat sekali. dan kita berharap dengan makna yang terkandung dalam Lebaran Idul Adha ini masyarakat mampu membendung tindakan amoral," kata dia, Senin (12/9).
Saat ini, di daerah itu, kata Bustasar, seperti tindakan asusila, peredaran dan penggunaan narkoba serta minuman keras merajalela. Hal itu diperparah dengan kondisi masyarakat yang semakin acuh, sehingga tindakan-tindakan seperti itu mudah berkembang tanpa pengawasan dan juga tidak lagi dianggap tabu.
"Beberapa waktu belakang bahkan tindakan asusila di Bengkulu, menjadi perbincangan panas tidak hanya nasional tetapi internasional juga, ini membuktikan kita ini sedang diguncang gempa moral," kata dia lagi.
Pada Idul Adha, kata dia, kita memperingati bagaimana kisah para nabi berkurban, dan selalu meningkatkan nilai religius. "Kita harus mencontoh itu, dengan berkurban artinya kita membersihkan diri dari sifat kebinatangan, membuang sisi buruk yang dulu menjadi faktor pendorong tindakan amoral," kata Bustasar.
Berkurban juga membiasakan kita saling berbagi dengan masyarakat lain, menjalin silaturahim dan menghapus sikap acuh serta individualis masyarakat. "Lingkungan akan aman dan sehat jika kita saling menjaga, bukan dengan hidup sendiri-sendiri," ujarnya.